Aku menunggu.
Kau lama sekali.
Sedikit demi sedikit hatiku terkikis layaknya dedaunan kering yang jatuh disekelilingku.
Mataku mulai memerah, basah karena air mata.
Dada ini tertekan sedemikian rupa. Sesak.
Terus menunggu di bawah pohon yang semakin lama daunnya semakin botak, habis dimakan angin.
Tak terasa hari-hari yang kulewati hanya menunggumu.
Kembalilah.
Sesuatu yang kurindukan terngiang dikepala.
Menangis. Terus menangis.
Udara hari ini sejuk. Tapi hati ini panas.
Rinduku ini perlahan-lahan mengingatkan beberapa memori kenangan denganmu.
Aku tak pernah lupa. Hanya makan yang kulupakan.
Aku semakin kurus. Lihat, dulu kau memintaku untuk lebih kurus bukan?
Andai hari ini kau datang, melihat keadaanku sekarang.
Kau pasti senang aku masih sehat-sehat saja.
Datanglah.
Hari telah tua menunggu, sudah hari ke-20.
Dimana ketika seseorang menyadarkanku.
Menyadarkanku sesuatu yang menusuk, membuat busuk hari-hariku yang telah lalu.
Membuatku terdiam, dan setelahnya mengeluarkan semua air mata. Melemaskan semua otot-otot ini. Terhenyak ke tanah. Emosiku saat ini tidak karuan.
Sedih, marah, kecewa, menyesal.
Aku sungguh bodoh.
untuk apa aku menunggu orang yang sudah mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar