Selasa, 29 Juni 2010

My Angel


Title: My Angel
Cast: seong Enmi, Kwon Jiyong
Other cast: Kwon Jaeri, Park Yoochun.
Genre: romance

-----------
Malam ini adalah malam kebahagiaan, semua malaikat turun ke bumi. Mereka memberikan kebahagiaan pada semua manusia bumi, dan salah satu dari mereka itu aku. Aku berbeda dari malaikat lain, aku malaikat yang terbuang. Malam kebahagiaan sebelumnya, aku melakukan kecerobohan, aku hampir membuat seseorang berada dalam bahaya, alhasil dewa tak lagi mempercayaiku.

Malam ini, malam yang kutunggu, dewa memberikanku kesempatan terakhir untuk meberikan kebahagiaan, dan batasku hanya sampai jam 12 untuk memlakukannya. Entah apakah aku sanggup, jika aku gagal, aku akan dibuang ke bumi.


Udara di sini sangat kotor, membuat bulu2 di sayapku rontok dan menghitam. Dasar manusia bodoh, mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan alam. Ah sudahlah, terlalu banyak mengoceh juga tidak akan mengubah semuanya, toh manusia tidak dapat mendengarku.


Aku turun dari langit, menutup sayapku, dan secara langsung sayapku menghilang, akan keluar jika dibutuhkan. Aku berjalan menyusuri kota, di tepi jalan, seorang manusia bersandar pada kotak surat di bawah lampu jalanan, sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Dan sepertinya aku akan memberikan kebahagiaan pada orang itu.

Aku mendekati orang itu, tidak begitu dekat. Seekor kucing duduk di kotak surat, “kau akan memberikan kebahagian padanya?” kucing itu berbicara, “iya, kau itu kucing atau jelmaan?” tanyaku, tatapan kucing itu seolah-olah sudah biasa melihat malaikat berlalu lalang di sini, “enak saja, aku benar2 kucing, hanya saja aku selalu melihat malaikat disekitar sini untuk memberikan kebahagiaan pada manusia, coba saja kalau kucing juga bisa” katanya sambil turun dari kotak surat dengan anggun, “kalau kucing juga bisa, apa yang kau mau?” tanyaku merunduk agar bisa bicara dengannya lebih dekat, dan kucing itu berkata “aku akan meminta ikan yang besar, aku lapar, belum makan dari seminggu yang lalu. Manusia di sini pelit, dan sekarang aku berusaha untuk meminta makanan dengan orang ini”

Dia mendekati manusia itu, “miaaw” dia menggoda manusia itu, dan manusia itu mengambil sesuatu dari mantel yang dikenakannya, mengeluarkan sebungkus biscuit dan memberikannya pada kucing itu, “waw, ternyata manusia ini baik, mungkin dia memang pantas untuk diberikan kebahagiaan” kata kucing itu dengan biscuit di mulutnya, dia memakannya dengan lahap. “selamat, wahai seorang pria, kau akan kuberikan kebahagiaan” gumamku, tapi manusia itu tidak akan mendengarku, semua manusia tidak akan ada yang mendengar malaikat ataupun melihatnya kecuali kami sentuh.

“ayo kita mulai” aku mendekatinya, sebelum sempat menyentuhnya, hujan turun, dan orang itu tidak peduli. “Dasar, bagaimana kalau kau sakit? Sehat itu juga anugrah yang diberikan, kalau saja kau sakit dan tiba2 kau ditakdirkan akan mati, apa yang bisa kau perbuat?” ocehanku ini tidak berguna, aku belum menyentuhnya.

“aku akan berikan sesuatu” sayapku keluar, aku mengabil sehelai bulu, meniupnya perlahan. Bulu itu terayun oleh angin, jatuh ketanah, dan berubah menjadi sebuah payung hitam, ah, seharusnya warna putih, mungkin karena udara disini jadi berubah warna.

Pria itu terkejut melihat sebuah payung yang tiba2 ada di sebelahnya. Dia menoleh kesegala arah, memastikan apakah payung ini milik seseorang, dan setelah dicek, tidak ada tanda2 bahwa orang2 di sekitarnya memiliki payung itu. Dia memakainya, dan terus menunggu. Kucing tadi datang, “aku ingin memastikan bahwa dia masih menunggu” gumam kucing itu padaku, “memang kenapa?” tanyaku, dan kucing itu menjawab “dia sudah menunggu 2 jam yang lalu, terus berdiri disini. Eunmi, semoga berhasil” jelasnya dan seketika hilang dari sekerumunan orang. Kucing yang aneh, namaku saja dia tahu.

Sepertinya aku harus cepat2 menyentuhnya, “semoga aku berhasil” dengan jari telunjukku, aku menyentuh pundaknya, sekejap aku bercahaya, kemudian redup kembali.

“hai” sapaku, aku disebelah orang itu, “siapa kau?” dia menatapku heran, “kau kehujanan, dan dengan baju setipis itu, apakah kau tidak kedinginan?”

“tidak, aku tidak merasakan apa2”

Dia tertawa kecil, tidak percaya dengan omonganku, “kau itu bodoh ya, seolah-olah kau itu bukan manusia, dasar aneh” katanya tertawa lagi,

“aku memang bukan manusia”

Dia tersentak, dan tertawa lagi, “apa maksudmu? bukan manusia, lalu kau itu apa? Hewan??” ledeknya. Dia sudah terlalu besar untuk pecaya bahwa aku ini malaikat.
“kau itu membuatku tertawa terus, sudah, kau pakai payung ini saja” katanya menyodorkan payung hitam yang di pakainya, aku menurutinya, terserah dia mau menyebutku orang gila dengan baju tipis kehujanan.

“payung ini, aku yang berikan” kataku pada pria disampingku ini. Dia menoleh ke arah, “benarkah? Terimakasih… em, siapa namamu?” katanya tanpa ada senyum diwajahnya, “eunmi, kau?” ah bodoh, untuk apa aku berkenalan dengannya, bukankah aku hanya akan meberikan kebahagiaan lalu pergi? “jiyong” jawabnya.

“kau sedang menunggu seorang yeoja, dan dia tidak akan datang” jelasku, untuk kedua kalinya dia menoleh ke arahku, dan pandanganku tetap lurus kedepan memandang jalan yang semakin lama semakin sepi, “bagaimana kau tahu?” katanya heran, “sudah kubilang aku bukan manusia” pekikku, dia menatapku bingung, “tidak mungkin” sepertinya namja ini sangat tidak percaya, “namanya yuna kan?” aku tidak menebak, melainkan menerawang, “apakah kau kenal dengannya?”

“tidak”

“lalu kenapa kau tahu namannya?”

“kubilang aku bukan manusia”

“lalu apa?”

“malaikat”

“HAH!?” pekiknya keras, “tidak usah teriak kan?!” bentakku, “lalu bagaimana dengan sayap, dan kebahagiaan yang biasa diberikan oleh makhluk2 sejenismu?” dia menatapku terlalu dalam, aku menutup mukanya dengan tanganku dan mendorong kebelakang, “kalau ngomong jangan dekat2” kataku datar, “aku memang punya sayap, tapi dia akan keluar ketika aku membutuhkannya, dan aku akan memberikan kebahagiaan kepada orang yang kupilih, dan itu kau”

Yang sebelumnya menyimak dengan baik, namja itu langsung mengekspresikan wajah datar dan tak peduli, “sepertinya aku tidak perlu kebahagiaan itu, aku mau pulang” katanya yang langsung mengambil langkah untuk pulang,

“ya! Bagaimana dengan yeoja yang kau tunggu itu?” aku langsung mengikutinya dari belakang dan melempar payung hitam ang sejak tadi aku pegang ke belakang, “kau bilang dia tidak akan datang kan?” gumamnya, “tunggu! aku bohong, dia akan datang sebentar lagi, hanya saja dia tidak akan bertemu denganmu lagi di lain waktu” teriakku menjelaskan, dia langsung berbalik arah menolehku, “benarkah dia akan datang?” katanya, tapi sebelum aku menjawab pertanyaan yang dia ajukan, dia sudah melihat jawabannya sendiri.

Dia melihat jauh dibelakang, seseorang yang telah ia tunggu sejak tadi, berlari menyusuri jalan, dan secara bersamaan sebuah mobil melaju dengan kecepatan maksimum, dan seketika ia mati.

Jiyong menatap mayatnya tergeletak di jalan, mengeluarkan darah, dia takjub, kaget, tak kuasa menahan air mata. Dia berlari menghampiri kekasihnya, berlari dengan air mata menetes di mata kirinya. Aku berjalan menghampirinya juga, tapi tidak dengan lari.
“kenapa?” tanya jiyong tanpa tahu dia berbicara dengan siapa, “kenapa begitu cepat?” ucapnya lagi, “tolong, siapa saja, jawab pertanyaanku” dia menggenggam tangan yuna,

“kenapa? Karena ini takdir” jawabku yang tidak bisa merasakan sedihnya hidup, karena aku memang tidak benar2 hidup.

“apakah takdir itu selalu menyakitkan?” dia bertanya padaku tanpa memperdulikan orang2 disekitarnya yang menganggap bahwa dia sudah gila,

“Tidak juga”



Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, hingga saat ini, aku belum bisa memberikan jiyong kebahagiaan, apa benar ucapannya tadi, bahwa dia tidak perlu kebahagiaan itu?

Jiyong berjalan lesu, sepertinya dia mau pulang, dan aku mengikutinya di belakang, “yang kutahu, kebahagiaan itu dapat diraih jika kita ingin menunggu” gumamku, tapi dia tidak memperdulikannya, “yang kutahu, takdir berawal dari diri kita sendiri” dan dia tetap tidak memperdulikannya, “dan satu lagi yang kutahu, yuna, dia telah menyerah dengan kehidupannya” jiyong menghentikan langkahnya, dan menoleh padaku, “kenapa kau bisa memutuskan bahwa di telah menyerah dengan kehidupannya?” tanyanya denga tatapan sedikir kesal denganku yang dia rasa aku tidak memahami perasaannya sekarang,

“karena dia terkena penyakit kanker, dan awalnya dia tidak ingin memberitahumu soal penyakitnya itu, hingga ia memutuskan untuk bunuh diri, tapi dia mencoba untuk sabar, dan takdir bahwa dia akan mati telah berada di depan matanya lebih dulu” jelasku, dia berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju rumah seakan tidak mendengar apa yang aku bicarakan, aku berjalan mengikutinya.

Sampai disebuah rumah sederhana, dia mengeluarkan kunci dari saku celananya, membuka pintu, dan masuk, aku mengikutinya dari belakang.

Buluku rontok dan menghitam, ruangan ini terlalu berdebu, “apakah kau tidak pernah membersihkan rumahmu dari debu2 sialan ini?” kataku datar, dan dia tak menjawab, aku memang tidak berharap untuk dijawab, hanya ingin berpendapat.

“mengapa kau mengikutiku terus hingga kerumah?” akhirnya jiyong mengeluarkan suaranya, “sudah kubilang aku ingin memberikan kebahagian padamu, tapi tidak kutemukan di dalam dirimu bahwa kau menginginkan kebahagian, jiwamu sulit ditembus. Dan waktuku tinggal setengah jam untuk kehilangan sayap dan kebijakanku untuk memberikan kebahagiaan pada manusia yang kupilih, sebab aku malaikat terbuang” jelasku, dia menatapku, dan berdengung sedang memikirkan sesuatu.

“baiklah, aku ingin minta sesuatu” katanya memutuskan, ketiak dia berkata demikian, sayapku terbentang, dan kurasa sayapku sekarang tidak sebesar sebelumnya, sudah banyak yang rontok, sekejap dia terkejut, “itukah sayap seorang malaikat? Kau terlihat manis dengan sayap itu” pujinya, tapi itu bukan pujian bagiku, “jika kau bisa melihat sayap dewaku, begitu besar, putih dan cantik. Sudahlah, apa perintaanmu?” kataku, dan dia sepertinya sedikit malu, “cepatlah, waktuku tinggal 15 menit lagi, nanti aku akan lenyap” gumamku, ayolah cepat, jika aku bisa kembali karena keberhasilanku, aku akan diberikan hadiah kebahagian yang akan membuat hidupku nyaman, meskipun memang tidak benar2 hidup, “tapi aku malu untuk mengungkapkannya” katanya sambil menggaruk kepalanya malu, “kuberi tahu ya, setiap manusia yang mengucapkan permintaan yang nanti akan benar2 menjadi kebahagian di hidupnya akan diterima, dan saat itu malaikat sendiri tidak dapat mendengar permintaan manusia itu, hanya para dewa yang dapat mendengarnya, jadi sebutkan saja permintaanmu. Aku yakin permintaanmu akan diterima” jelasku panjang lebar, “kenapa kau begitu yakin permintaanku akan diterima?” tanya lagi, aigo, waktunya..

“karena sejak aku menjadi malaikat selama 7 tahun, aku tidak pernah menemukan manusia setulus dirimu, aku sangat suka dengan caramu berbicara jujur” dan sepertinya sayapku mulai bercahaya, ketika itulah tandanya manusia yang ada dihadapanku akan mengatakan permintaannya.

“sebelum kau ucapkan permintaanmu, awali dengan kata ‘aku berharap’ agar aku tidak dapat mendengarkan permintaanmu” suruhku, dia mengangguk, kemudian mendekatiku, berdiri di hadapanku. “siap?”

“ya” jawabnya, “aku berharap…..”


Badanku terasa lebih ringan dari sebelumnya, kakiku tidak menyentuh lantai, wangi surga kucium, semua pandanganku putih seketika, dan aku melihat dewaku dihadapanku.

Dengan gaun putih berkibar, dan sayap yang terbentang putih nan cantik, rambut ikal berwarna coklat keemasan, tubuhnya yang bercahaya, “selamat eunmi, kau berhasil, aku akan memberikanmu kebahagiaan padamu, bersiaplah” katanya dengan senyum indah menghiasi wajahnya.


Pandanganku menjadi hitam, dewa telah memberikanku hadiah, aku tidak sabar menunggu, tapi pandangan hitam kelam ini belum juga berubah.
Dan akhirnya mataku terbuka, cahaya lampu? Apakah aku ada di dunia awan? Atau aku masih di bumi?
Aku melihat sesosok makhluk, jiyong? Berarti aku asih ada di bumi, tapi bukankah aku telah berhasil?

“selamat datang kembali, malaikatku” suara jiyong, benarkah aku dibumi?
Aku terbangun, aku sedang terlentang di kasur, di disebelahnya duduk seorang manusia yang kupilih, dia tersenyum ketika aku bangun. “aku.. di bumi? Bukankah aku sudah berhasil? Kenapa??” kataku dan mulai mengeluarkan air keringat dingin, ku usap dengan tangan, “apa ini? Keringat? Aku tidak pernah berkeringat. Ada apa denganku?” aku sungguh bingung, mungkinkah aku telah gagal dan dibuang kebumi?

“tadi ketika aku menyebutkan permohonanku, kau bercahaya, memang sedikit lama, tapi kemudian sayapmu langsung hilang dan cahaya ditubuhmu lenyap, kau jatuh ke lantai, yasudah kugotong ke kasur” jelasnya, tapi bagai mana bisa? “memang apa permohonanmu? bolehkah aku tahu?” tanyaku

“aku berharap kau menemaniku di bumi”

Terkejut, terkejut bukan main, “mengapa kau mengharapkanku?” tanyaku dengan wajah tetap takjub kehadapannya, “karena kau adalah orang terakhir yang kutemui dan orang terakhir yang entah kenapa aku akan bisa akrab dengamu” dia tersenyum, aigo, bagaimana ini “bisa akrab? Itu ‘kan hanya perasaanmu saja, kenapa kau bisa memutuskan dengan cepat sih? Lagi pula akrab atau tidak itu belum tentu kan? Aissh, kau harus bertanggung jawab” ocehku, aku sebal, aku diberikan hadiah, menjadi manusia, “bertanggung jawab soal apa?” dia tersenyum lagi. O.. oommo.. jantungku kenapa? Kenapa kalau jadi manusia perasaan dalam hati sangat kacau? Tidak bisa dikendalikan, “bertanggung jawab soal makananku, aku akan tinggal, soal bajuku, ngomong2 aku kedinginan” dan dia mengambil jaket dari lemari bajunya, “nih pakai ini”


Kehidupanku kini tidak lagi seperti dulu, ternyata menjadi manusia tidaklah semudah ang kukira. Badanku lebih berat dari sebelumnya. Dan aku tidak tahu bagaimana cara aku berbaur dengan tempat ini

***
Hari pertama menjadi manusia

“aduh.. perutku sakit! kenapa ini? apakah mau buang air atau lapar? Aku tidak tahu” keluhku pada jiyong, “coba saja satu2” katanya tertawa, “ah yang benar saja!... tapi kucoba saja” aku berlari ke kamar mandi. Kamar mandinya boleh juga, bersih tidak berdebu. Ah.. aku lupa, sayapku tidak akan rontok lagi sebab sekarang sudah lenyap.

“Tidak! Tidak ada yang keluar!” kataku kesal, jiyong malah tertawa melihatku cemberut dengan tangan memegang perut, “cara bicaramu blak-blakan sekali! Yasudah coba kau makan sesuatu di dapur!” suruhnya, “dapur dimana?” tanyaku menarik baju jiyong, “disebelah ruang makan!” jawabnya tak melihat kearahku, dia sedang membereskan kertas2 yang ada di meja di ruangan ini. “ruang makan dimana?” tanyaku lagi, “aah, kau ini merepotkan ya! itu didepanmu apa??” bentaknya. Dasar, kau sendiri yang merepotkanku hingga aku menjadi manusia seperti ini, dasar manusia.

Ternyata di depan ruangan ini ada sebuah ruang lagi, dengan meja persegi dan 4 kursi di tepinya, ini ruang makan? Dan disebelah meja makan itu ada sebuah ruangan, tanpa pintu, dan sepertinya itu dapur.

“tidak ada makanan jiyong!” teriakku, jiyong langsung menghampiriku, “ah? Masa? Sepertinya kau harus membuatnya sendiri” jiyong menepuk pundakku dan tersenyum, bodoh, sepertinya dia sudah tahu kalau aku tidak pernah masak, “bwo? Kau yakin? Aku tidak bisa” kataku menyingkirkan tangan jiyong di pundakku,
“aku tahu” dia tetap tersenyum sambil memandangku tidak enak.
“lalu bagaimana dengan perut manusiaku ini?” nampaknya aku sangat kelaparan.

“ayo kita masak bersama” gumamnya tersenyum dan mengacungkan jempol, “haha.. aku terlalu bergaya” tambahnya,
“hah? Masak bersama? Kau yakin? Aku saja tidak tahu bagaimana memegang ini” kataku mengambil sebuah penggorengan.
“kau pasti bisa”


***

“waw.. enak juga makanan ini” kataku sambil menyantap daging didepanku. “kau baru sekali memakannya ya?” dia tersenyum dan ikut menyantap daging dengan sumpit, “iya, makhluk langit hanya memakan apel, dan itu pun jika kekuatan kita habis, kita tidak pernah merasakan lapar” jelasku.


“apakah kalian belajar?” Tanya jiyong sedikit malu, “haha, tidak, para malaikat junior belajar, tapi bukan belajar seperti manusia, mereka belajar mencari orang yang tepat untuk diberikan kebahagiaan, dan jika mereka belajar dengan baik, mereka akan diberikan hadiah. Tidak hanya itu, para malaikat sepertiku, akan benar2 mencari manusia yang akan diberikan kebahagiaan, jika kita berhasil, kita juga akan diberi hadiah” jelasku panjang lebar, dan seketika kami terdiam.

“dan apa hadiah untukmu?” Tanya jiyong untuk kedua kalinya, “maksudmu?” kataku tetap menatap daging yang kujepit diantara dua sumpitku, “kau sudah mengabulkan permintaanku kan? Dan apa hadiah untukmu?” aku sendiri bingung apa hadiah yang diberikan dewa, menjadi manusia itu bukan anugrah bagiku,


“entahlah, aku tidak tahu pemikiran para dewa”


Kesunyian menyusul kemudian, kami menghabiskan makanan tanpa ada sepatah kata pun terucap. Dan aku telah usai makan, “hmm, aku kenyang, hoah” aku menguap, “mungkin kau capek” gumam jiyong, rasanya aku telah beraktifitas banyak dan perlu istirahat, “mungkin” kataku.


Sepertinya aku ingin bangun, sudah berapa lama aku tertidur. Aku berdiri, mengusap mataku yang masih sulit untuk melihat dengan jelas. Ah, rasanya apek sekali, kulitku terasa lengket, dan mulutku terasa tidak enak, mungkin karena aku habis tidur, sepertinya aku perlu bersihkan ini semua.

“jiyong! Dimana kamar mandinya?” mungkin dulu aku tidak pernah mandi, sebab aku tak perlu mandi, tapi bukan karna itu aku jadi tidak tahu bagaimana mandi itu.
Ketika aku memanggil nama “jiyong!” tak ada jawaban dirumah ini. Sepi. Kemana dia? Sejak kapan dia pergi? Ah sial, sungguh sulit menjadi manusia, dulu aku masih bisa menerawang seseorang,sekarang? Sama sekali tidak.

Dan akhirnya aku menemukan kamar mandinya sendiri. Dan setelah mandi aku duduk di sofa, huft, bosan.

Tiba2 ada yang mengetuk pintu, “jiyong oppa!” teriaknya, aku membuka pintu, seorang yeoja. Dia kaget melihat orang yang membukakan pintu untuknya, bukan jiyong, “ka.. kamu siapa?” tanyanya, tapi sepertinya dia tidak menginginkan jawaban, hanya saja kaget melihat aku ditempat yang tidak seharusnya. “kamu siapanya jiyong?” tanyaku pada yeoja itu yang melirik2 ke dalam rumah, “seharusnya aku yang bertanya padamu, kau siapanya jiyong?” dia bertanya balik, “tapi bukannya aku dulu yang bertanya?” bentakku tak keras, “aku adiknya jiyong, bagaimana denganmu?”


“… aku tidak yakin bahwa aku punya hubungan dgn manusia itu” aku membalikkan badanku ke luar pintu, “bwo? Kau itu freak ya, lalu kenapa kau bisa disini?” dia menatapku dalam, “akan sulit jika kuceritakan padamu, tunggu saja sampai jiyong ada” jelasku, dia mengeluarkan ekspresi heran ketika aku berkata seperti itu, “yasudahlah, terserah kamu, dan sepertinya jiyong oppa sedang bekerja… ah, itu dia!” katanya sambil mencari sesuatu dan akhirnya menemukannya. Dia mengambil sepucuk surat di meja ruang tamu, “apa itu?” tanyaku, sebenarnya aku tidak benar2 ingin tahu apa itu, “ini surat dari sahabatku yang tinggal di amerika, dia menitipkannya pada jiyong oppa, dan sekarang aku ingin mengambilnya” katanya senyum sejenak.

“sepertinya aku akan berada disini sampai jiyong pulang.. oh ya, kenalkan aku jaeri, kwon jaeri. siapa namamu?” tanyanya, dia dan aku duduk di sofa, “namaku eunmi” jawabku singkat.

“sebenarnya aku benar2 penasaran, kau itu siapanya jiyongoppa? Yeojacingunya oppa?” katanya dengan senyum sumringah, “iya” jawabku singkat, dan jaeri menatapku riang dan memegang tanganku terkejut senang, “benarkah??” sepertinya dia terlalu berlebihan, “iya, aku memang temannya, dan aku juga seorang yeoja, wajar kan?”
“aduh, kau ini orang pedalaman atau apa sih? Kau ada hubungan istimewa dengan oppaku, itu maksudnya” gumamnya, istimewa? Aku malaikatnya, dia manusia yang kupilih, itu yang disebut istimewa? “mungkin iya, tapi aku sendiri tidak tahu” jawabku ragu.

“yasudah lah.. lama2 aku bingung dgn cara pemikiranmu” dan tak beberapa lama kemudian, ketukan pintu terdengar lagi, siapa ya? jiyong kah?
Aku membuka pintu, bukan jiyong, seorang namja yang lain. “kamu siapa?” Tanya namja itu,
“yoochun-ah!” jaeri teriak di belakang sana, kemudian menghampiriku dan lelaki ini.
“mau apa? Kok datang kesini?” jaeri bertanya pada namja yang ia sebut ‘yoochun’ ini, “tadi aku kerumahmu, tapi kata ibumu kamu sedang ada dirumah oppamu, jd aku kesini”

“ooh, o ya, kenalin, ini teman oppa, namanya eunmi!” jaeri menepuk pundakku pelan, “benarkah? Terlalu cantik sebagai teman perempuan yang main kerumah namja sendirian” ocehnya, ah, aku tidak mengerti, sejak tadi sepertinya jaeri maupun orang ini mencurigaiku, sebenranya apa yang mereka maksud?
“jaeri-ah, ibuku memintamu untuk datang kerumah! katanya dia rindu denganmu!” gumam yoochun.
“haha, yang benar saja? Baru 4 hari yang lalu aku mengunjunginya. Yasudah, eunmi, kutinggal ya.. hati2 dengan jiyong oppa” kata jaeri senyum kemudian bergandengan dengan yoochun dan keluar dari rumah. Ah sendirian lagi.


**

“ya!!! kau sedang apa???” teriak jiyong, dia bangun dari kasurnya dan terkejut melihatku yang tertidur disebelahnya, dan teriakannya membangunkanku, “ha? Hoaah.. kenapa? Aku sedang tidur” kataku sambil mengusap mataku,

“kau itu! Jangan2 kau melakukan sesuatu tanpa aku sadari” katanya sambil melindungi tubuhnya dengan tangan, pfft, mukanya sangat konyol, “ha? Apa maksudmu? Aku hanya ingin tidur denganmu, aku kesepian sendiri di kamar, itu saja” kataku sambil sedikit tertawa karena muka dia yang aneh itu,

“apa?? Tidur katamu?? Huss.. pergi, jgn dekat2 aku” katanya melambaykan tangan mengusirku, mulutnya tertutup melebar, alisnya mengkerut, hidungnya mengembang ketakutan, “haha.. iya2 aku pergi.. memang kenapa kalau aku tidur disini?” tanyaku sambil berdiri dan menjauh dari kursi, “tentu saja tidak boleh! Berbahaya!” teriaknya.

Ah, aku masih tidak mengerti, yasudahlah. Aku keluar dari kamar jiyong dan mandi pagi, hmm.. hari yang cerah. Selesai aku mandi, aku berjalan menuju ruang makan, jiyong sedang menyiapkan makanan. “waaw, makanan.. buat siapa?” aku melihat makanan yang ada di meja dan mengendus-endus wanginya, “buat kita lah, memangnya buat siapa lagi?” jelasnya, “asiiik!” pekikku sambil duduk di kursi dan siap untuk menyantap makanan itu. “mm.. enak, ini apa namanya?” tanyaku pada jiyong ketika menyantap sebuah gumpalan, “itu shusi, makanan khas jepang, enak tidak?” dia memperhatikanku ketika aku memasukkan gumpalan itu kedalam mulutku, “hehak (enak)” dan makanan itu habis di mulutku, “kau membuatnya sendiri?” aku bertanya pada jiyong, “tentu” singkatnya “hebaat!!”.

“apa kau tidak sekolah, eunmi?” kata jiyong ketika dia hampir di ambang pintu, “ha? Sekolah? Tidak” aku menghampirinya dan merapihkan kemejanya, ada bulu di lengan kemejanya, “oh iya, aku lupa. Kalau begitu nanti aku akan mendaftarkanmu disekolah, mm.. umurmu berapa?” jelasnya yang sudah hampir ingin berangkat, “7 tahun” singkatku, “HAH?? 7 tahun?? Yang benar saja???” jiyong terkejut, tangannya menyentuh pundakku.

“ne” jawabku singkat, “bagai mana bisa??” dia terpaku melihat wajahku, mungkin dia berfikir wajahku tidak seperti orang berumur 7 tahun, “aigo.. sepertinya aku salah bicara, umur manusia dan malaikat berbeda..” jelasku, dan dia menurunkan tangannya di pundakku, dan dia mengeluarkan nafas lega.

“kalau begitu.. kuputuskan umurmu 17 tahun” ucap jiyong seenaknya, “hah?? Tua sekali??” aku teriak kaget, “kan umur manusia dan malaikat berbeda….” Katanya memperingatiku, “oh iya”
“sudah ya, aku sudah telat, anyeong.. nanti aku kabarkan jika aku sudah mendaftarkanmu di sekolah” katanya menjauh dan melambaikan tangannya, dihiasi senyum, dan aku membalasnya.

Hmmm.. seperti apa ya kehidupan di sekolah manusia? Aku jadi tidak sabar. Oh ya, apakah aku akan bertemu jaeri dan yoochun di sekolah ya? apa mereka sudah bekerja seperti jiyong? Ah.. masa bodo.


**


“murid2 sekalian, perkenalkan, murid baru kita. Eunmi, silakan masuk” aku masuk ke kelas baruku. Ketika aku masuk, berjejer meja2 dan orang2 yang sama sekali tidak kukenal. Tunggu dulu, diujung sana, kulihat seorang yeoja yang melambaikan tangannya kearahku, jaeri-ah!

“silakan memperkenalkan diri”
“namaku seong eunmi, salam kenal” aku langsung terdiam, aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperkenalkan pada orang2 ini, “itu saja?” orang tua di sebelahku ini heran dengan apa yang aku perbuat sekarang, dan orang2 yang ada didepanku ini juga heran, mungkin perkenalan ini begitu singkat, tentu saja, masa aku harus memperkenalkan diri bahwa aku seorang malaikat? Tidak mungkin.
“baiklah eunmi, silahkan pilih tempat duduk yang kosong” orang tua ini mempersilahkanku duduk, dibelakang jaeri ada 2 tempat duduk kosong, dipojok… suram sekali.

“eunmi!! Apa kabar!” sapa jaeri, “baik” jawabku dengan senyum, “selamat datang dikehidupan manusia!” aku sedikit kaget ketika dia berkata seperti itu, apa dia tau? “k.. kamu tahu?” tanyaku ragu, apakah dia hanya bercanda atau memang benar2 tahu kalau aku ini bukan manusia, “ya, aku sudang tahu” sejak kapan? Aku langsung mendekatkan wajahku dengannya, “kau tahu itu darimana?” kataku berbisik, “aku kan adiknya jiyong, kau lupa ya? tentu saja aku tahu dari jiyong” katanya senyum, “ayo kita mulai kehidupan di sekolah!” lanjutnya.

Jam istirahat, aku, jaeri dan kedua temannya yang sudah berkenalan denganku, eunah dan yeonha, kami menuju kantin. “bagaimana menurutmu pelajaran hari ini?” Tanya jaeri, mungkin dia penasaran apa tanggapan seorang malaikat tentang pelajaran manusia, “mudah” ucapku santai, dan sepertinya jaeri dan teman2nya sedikit terkejut, “waw, hebat juga kau, padahal itu pelajaran yang benar2 menguras otak” yeonha memujiku, hmm, tapi memang benar, pelajaran itu sangat mudah, “Jeniuuuus” sorak ketiga teman baruku ini, aku tersipu malu.

***

“Jiyong!! Apa kau sudah pulang??” teriakku membuka pintu, “yaa… sudah” jawabnya berteriak juga, dan aku melihatnya sedang duduk di sofa ruang keluarga, sepertinya dia sedang mengerjakan sesuatu, “jyong-ah, kau sedang apa?” aku mulai mendekatinya, “oh ini, aku sedang buat sebuah makanan” katanya sambil menunjukan sebuah makanan, tapi aku tidak tahu itu makanan apa, berbentuk seperti tabung, dengan lapisan berwarna coklat, “apa ini? ini makanan kan?” aku ingin menyentuh makanan itu, tapi jiyong memukul tanganku, mencegahku untuk menyentuhnya. “bantu aku mengolesi bagian atasnya dengan bahan ini” dia menunjuk sebuah cairan putih mirip cat, tapi ini wangi, “apa ini?” tanyaku, “sudah, bantu aku saja” dengan terpaksa dan tidak tahu apa-apa aku membantunya. “dan sekarang ditambah tulisan dengan coklat cair ini, tolong tuliskan..” suruh jiyong padaku, “tulis apa?”

“welcome to my life, my angel”
Aku terpaku, mungkinkah? Mungkinkah tulisan ini tertuju padaku? Jantungku, berdetak lebih kencang dari sebelumnya, aku tidak bisa berkutik rasanya, tanganku gemetaran, tidak bisa menulisnya. Nampaknya jiyong menatapku, tapi tidak kubalas tatapan itu, aku takut. Tangannya tiba2 mengarah ke makanan aneh ini, menuju tanganku, dan akhirnya menggenggamnya. Ada apa ini? jantung manusiaku sangat tidak karuan. Dia membantuku untuk menulis kata2 itu, entah sejak kapan aku bisa merasakan perasaan ini pada manusia yang kupilih. Dewa, apakah ini hadiahmu?

“i.. ini makanan apa?”

“iya, ini untukmu, untuk seseorang yang telah masuk kedalam hidupku, memberikan warna dalam hidupku, memang sangat cepat, tapi entah kenapa hatiku berkata sesuatu yang membuatku berdebar, ‘menyukai malaikat’, mianhaeyo jika aku tidak pernah mengungkapkannya”

“aku bertanya, ini makanan apa???” bentakku pelan

“ini kue”

“kue? Apakah kue bisa membuat seorang malaikat jatuh cinta?”

“kurasa tidak”

“kurasa ya, karena pembuatnyalah yang menaruh bumbu2 cinta di dalamnya”

“saranghae yo”

“nado saranghae”

Kini, aku sudah tidak tahu dimana jantungku sekarang.. semuanya berdebar. Dan sekarang aku sudah tahu apa maksud dari yeojachingu, seseorang yang istimewa, inilah yang kurasakan. Dan sekarang, pandanganku pada orang ini terbuka lebar.


***

“Eunmi!!!” pekik jaeri membanting pintu depan rumah, sepertinya terjadi sesuatu yang buruk, “Eunmi!! ikut aku!!” dia mencegatku, dan menarikku, sakit, lenganku sakit, “memang ada apa??”

“jiyong oppa kecelakaan!!!”


***

Aku meratapi jendela kamar, dewa, ini bukan hadiah, ini penderitaan. Aku terpukul dengan takdir ini, apakah jiyong benar? Takdir itu selalu menyakitkan. Dia pergi, pergi menemui dewa.

“dewa, aku lebih suka jika aku dibuang ke bumi dari pada harus kehilangan manusia itu. Tolong beri aku pilihan dengan kebijakanmu”

Air matakku sedikit demi sedikit jatuh ke lantai, membasahinya. Dan air mata ituberubah menjadi butiran Kristal bercahaya. Dan sekarang tidak hanya air mata, bajuku, ruangan ini, putih. Pandanganku putih, dan aku ingat suasana ini, wangi syurga. Dewa datang.


”eunmi, atas ketulusan hatimu, sampai sekarang, aku belum memberimu kebahagiaan, tapi sekaranglah aku berikan kebahagiaan itu. Dan ingat, takdir itu tidak menyakitkan jika kita dapat mengatasinya”



Jinyong! Dengan sayap, sayap hitam. Dia dihadapanku, dengan wajah datar tak ada perasaan. Sepertinya dia tidak mengenaliku, “jiyong?? Kau kah itu?” tanyaku pada orang.. ah tidak malaikat di depanku ini. “ya, aku malaikatmu, apa permintaanmu?” jawabnya tak berekspresi,

“aku berharap, aku dan kau menjadi manusia yang hidup bahagia, my angel”

Sayapnya memutih, memutih dan pudar, pudar dan menghilang. Di jatuh, aku menghampirinya mendekatinya, memegangnya erat, “jiyong?” aku mencoba menyadarkannya,

“… malaikatku?” dia hidup! “kau masih hidup, manusia bodoh??” kataku menampar pipinya kanan kiri bergantian, “ aduh!! Sakit!!” keluhnya, aku senang dia kembali, aku bisa tertawa kembali, “eunmi? Kau menangis?” Tanya jiyong padaku, “ha? Tidak, aku tertawa”

“tapi matamu mengeluarkan air mata”

“oh ya? ah masa bodo, yang pasti aku bahagia ada kau di sini”

Aku tertawa, tapi aku memang mengeluarkan air mata. Jiyong menyambutku dengan pelukan, aku membalasnya dengan erat. Aku akan selalu menjadi malaikatnya…. Ah tidak, aku akan menjadi manusia pendampingnya.

_END_

Tidak ada komentar: