Rabu, 30 Juni 2010
Fan Poetry
setauku, kau orang yang sangat dewasa
tempat aku mengadu
tempat untukku memecahkan semua rasa duka
tapi kini kau mulai pudar
masalahmu membuat kau menjauh benar
mengayuh pergi menjauh kedasar
mataku ta sanggup menghantar
yoochun
seketika mucul manusia gagah
menjauhpun hati ini akan kalah
dia memberiku nyawa
tanpa yoochun dan dia datang
aku bagaikan manusia yang dilahirkan kembali
melihatnya terasa menggelitik hati
kini dia bersamaku berpegang hati
tapi entah apa yang terjadi
benarkah dia juga mulai hilang sendiri
seonghyun
rasanya aku menemukan seseorang
yang dulu kuabaikan
tak jarang hanyasebagai tontonan
dan kini merasuk bagai belahan
belahan jiwa yang tak tertahankan
tapi belum jauh kumengenalnya
hanya dengan hitungan hari melihatnya
dia membuatku kembali bercerita
bercerita tentang kekagumaman yang hebat
dongwoon
---------------------------------------------------
yoochun, seonghyun, dongwoon, Eiji
berpikir untuk memilikinya
mungkin lebih tepat memiliki mereka
hati sungguh berat memilih siapa
tapi sadar ada hati yang menyita
menyita segala waktu dan perhatiannya
hati ini terasa begitu banyak
banyak memilih dengan begitu tamak
walau tak bersama kelak
tapi seseorang yang kuharapkan tersimak
tersimak untuk mengerti hati ini lebih dalam
-Park yoochun-
------------------------------------------------
WAHAHAH, sebenernya udah lama, tp baru di post disini...
rasanya terlalu berharaaaap~
Libri di Luca
Mau share tentang buku yang gw baca baru-baru ini, judulnya Libri di Luca karangan Mikkel Birkegaard.
Buku ini udah International Bestseller, terjual 10.000 Eksplar dalam tiga hari
Kalo menurut gw sih seru banget, dia nyeritain kalo ada sebuah perkumpulan rahasia, perkumpulan pecinta buku atau bisa disebutnya para Lector. Di tangan para lector itu, buku bisa jadi senjata. Mereka bisa mempengaruhi orang dengan membaca keras2 atau mendengarkan..
Ada ketua perkumpulan itu namanya Luca Campelli, tapi dia mati, diduga sama perkumpulan itu ada yang ngebunuh...
Luca itu punya toko buku namanya Libri di Luca, di Kopenhagen. Nah setelah dia mati, toko buku itu diwarisin ke anaknya namanya Jon Campelli. yaah pokoknya itu toko buku jadi tempat pertemuan perkumpulan rahasia pencinta buku itu.
Trus ada kejadian2 menarik yang mesti dibaca buat yang minat.. waktu itu sempet liat ada orang nulis di blognya, katanya ni buka biasa aja. jadii.... buat mastiin seru apa enggak, dicoba baca aja!!
Selasa, 29 Juni 2010
My Angel
Title: My Angel
Cast: seong Enmi, Kwon Jiyong
Other cast: Kwon Jaeri, Park Yoochun.
Genre: romance
-----------
Malam ini adalah malam kebahagiaan, semua malaikat turun ke bumi. Mereka memberikan kebahagiaan pada semua manusia bumi, dan salah satu dari mereka itu aku. Aku berbeda dari malaikat lain, aku malaikat yang terbuang. Malam kebahagiaan sebelumnya, aku melakukan kecerobohan, aku hampir membuat seseorang berada dalam bahaya, alhasil dewa tak lagi mempercayaiku.
Malam ini, malam yang kutunggu, dewa memberikanku kesempatan terakhir untuk meberikan kebahagiaan, dan batasku hanya sampai jam 12 untuk memlakukannya. Entah apakah aku sanggup, jika aku gagal, aku akan dibuang ke bumi.
Udara di sini sangat kotor, membuat bulu2 di sayapku rontok dan menghitam. Dasar manusia bodoh, mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan alam. Ah sudahlah, terlalu banyak mengoceh juga tidak akan mengubah semuanya, toh manusia tidak dapat mendengarku.
Aku turun dari langit, menutup sayapku, dan secara langsung sayapku menghilang, akan keluar jika dibutuhkan. Aku berjalan menyusuri kota, di tepi jalan, seorang manusia bersandar pada kotak surat di bawah lampu jalanan, sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Dan sepertinya aku akan memberikan kebahagiaan pada orang itu.
Aku mendekati orang itu, tidak begitu dekat. Seekor kucing duduk di kotak surat, “kau akan memberikan kebahagian padanya?” kucing itu berbicara, “iya, kau itu kucing atau jelmaan?” tanyaku, tatapan kucing itu seolah-olah sudah biasa melihat malaikat berlalu lalang di sini, “enak saja, aku benar2 kucing, hanya saja aku selalu melihat malaikat disekitar sini untuk memberikan kebahagiaan pada manusia, coba saja kalau kucing juga bisa” katanya sambil turun dari kotak surat dengan anggun, “kalau kucing juga bisa, apa yang kau mau?” tanyaku merunduk agar bisa bicara dengannya lebih dekat, dan kucing itu berkata “aku akan meminta ikan yang besar, aku lapar, belum makan dari seminggu yang lalu. Manusia di sini pelit, dan sekarang aku berusaha untuk meminta makanan dengan orang ini”
Dia mendekati manusia itu, “miaaw” dia menggoda manusia itu, dan manusia itu mengambil sesuatu dari mantel yang dikenakannya, mengeluarkan sebungkus biscuit dan memberikannya pada kucing itu, “waw, ternyata manusia ini baik, mungkin dia memang pantas untuk diberikan kebahagiaan” kata kucing itu dengan biscuit di mulutnya, dia memakannya dengan lahap. “selamat, wahai seorang pria, kau akan kuberikan kebahagiaan” gumamku, tapi manusia itu tidak akan mendengarku, semua manusia tidak akan ada yang mendengar malaikat ataupun melihatnya kecuali kami sentuh.
“ayo kita mulai” aku mendekatinya, sebelum sempat menyentuhnya, hujan turun, dan orang itu tidak peduli. “Dasar, bagaimana kalau kau sakit? Sehat itu juga anugrah yang diberikan, kalau saja kau sakit dan tiba2 kau ditakdirkan akan mati, apa yang bisa kau perbuat?” ocehanku ini tidak berguna, aku belum menyentuhnya.
“aku akan berikan sesuatu” sayapku keluar, aku mengabil sehelai bulu, meniupnya perlahan. Bulu itu terayun oleh angin, jatuh ketanah, dan berubah menjadi sebuah payung hitam, ah, seharusnya warna putih, mungkin karena udara disini jadi berubah warna.
Pria itu terkejut melihat sebuah payung yang tiba2 ada di sebelahnya. Dia menoleh kesegala arah, memastikan apakah payung ini milik seseorang, dan setelah dicek, tidak ada tanda2 bahwa orang2 di sekitarnya memiliki payung itu. Dia memakainya, dan terus menunggu. Kucing tadi datang, “aku ingin memastikan bahwa dia masih menunggu” gumam kucing itu padaku, “memang kenapa?” tanyaku, dan kucing itu menjawab “dia sudah menunggu 2 jam yang lalu, terus berdiri disini. Eunmi, semoga berhasil” jelasnya dan seketika hilang dari sekerumunan orang. Kucing yang aneh, namaku saja dia tahu.
Sepertinya aku harus cepat2 menyentuhnya, “semoga aku berhasil” dengan jari telunjukku, aku menyentuh pundaknya, sekejap aku bercahaya, kemudian redup kembali.
“hai” sapaku, aku disebelah orang itu, “siapa kau?” dia menatapku heran, “kau kehujanan, dan dengan baju setipis itu, apakah kau tidak kedinginan?”
“tidak, aku tidak merasakan apa2”
Dia tertawa kecil, tidak percaya dengan omonganku, “kau itu bodoh ya, seolah-olah kau itu bukan manusia, dasar aneh” katanya tertawa lagi,
“aku memang bukan manusia”
Dia tersentak, dan tertawa lagi, “apa maksudmu? bukan manusia, lalu kau itu apa? Hewan??” ledeknya. Dia sudah terlalu besar untuk pecaya bahwa aku ini malaikat.
“kau itu membuatku tertawa terus, sudah, kau pakai payung ini saja” katanya menyodorkan payung hitam yang di pakainya, aku menurutinya, terserah dia mau menyebutku orang gila dengan baju tipis kehujanan.
“payung ini, aku yang berikan” kataku pada pria disampingku ini. Dia menoleh ke arah, “benarkah? Terimakasih… em, siapa namamu?” katanya tanpa ada senyum diwajahnya, “eunmi, kau?” ah bodoh, untuk apa aku berkenalan dengannya, bukankah aku hanya akan meberikan kebahagiaan lalu pergi? “jiyong” jawabnya.
“kau sedang menunggu seorang yeoja, dan dia tidak akan datang” jelasku, untuk kedua kalinya dia menoleh ke arahku, dan pandanganku tetap lurus kedepan memandang jalan yang semakin lama semakin sepi, “bagaimana kau tahu?” katanya heran, “sudah kubilang aku bukan manusia” pekikku, dia menatapku bingung, “tidak mungkin” sepertinya namja ini sangat tidak percaya, “namanya yuna kan?” aku tidak menebak, melainkan menerawang, “apakah kau kenal dengannya?”
“tidak”
“lalu kenapa kau tahu namannya?”
“kubilang aku bukan manusia”
“lalu apa?”
“malaikat”
“HAH!?” pekiknya keras, “tidak usah teriak kan?!” bentakku, “lalu bagaimana dengan sayap, dan kebahagiaan yang biasa diberikan oleh makhluk2 sejenismu?” dia menatapku terlalu dalam, aku menutup mukanya dengan tanganku dan mendorong kebelakang, “kalau ngomong jangan dekat2” kataku datar, “aku memang punya sayap, tapi dia akan keluar ketika aku membutuhkannya, dan aku akan memberikan kebahagiaan kepada orang yang kupilih, dan itu kau”
Yang sebelumnya menyimak dengan baik, namja itu langsung mengekspresikan wajah datar dan tak peduli, “sepertinya aku tidak perlu kebahagiaan itu, aku mau pulang” katanya yang langsung mengambil langkah untuk pulang,
“ya! Bagaimana dengan yeoja yang kau tunggu itu?” aku langsung mengikutinya dari belakang dan melempar payung hitam ang sejak tadi aku pegang ke belakang, “kau bilang dia tidak akan datang kan?” gumamnya, “tunggu! aku bohong, dia akan datang sebentar lagi, hanya saja dia tidak akan bertemu denganmu lagi di lain waktu” teriakku menjelaskan, dia langsung berbalik arah menolehku, “benarkah dia akan datang?” katanya, tapi sebelum aku menjawab pertanyaan yang dia ajukan, dia sudah melihat jawabannya sendiri.
Dia melihat jauh dibelakang, seseorang yang telah ia tunggu sejak tadi, berlari menyusuri jalan, dan secara bersamaan sebuah mobil melaju dengan kecepatan maksimum, dan seketika ia mati.
Jiyong menatap mayatnya tergeletak di jalan, mengeluarkan darah, dia takjub, kaget, tak kuasa menahan air mata. Dia berlari menghampiri kekasihnya, berlari dengan air mata menetes di mata kirinya. Aku berjalan menghampirinya juga, tapi tidak dengan lari.
“kenapa?” tanya jiyong tanpa tahu dia berbicara dengan siapa, “kenapa begitu cepat?” ucapnya lagi, “tolong, siapa saja, jawab pertanyaanku” dia menggenggam tangan yuna,
“kenapa? Karena ini takdir” jawabku yang tidak bisa merasakan sedihnya hidup, karena aku memang tidak benar2 hidup.
“apakah takdir itu selalu menyakitkan?” dia bertanya padaku tanpa memperdulikan orang2 disekitarnya yang menganggap bahwa dia sudah gila,
“Tidak juga”
Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, hingga saat ini, aku belum bisa memberikan jiyong kebahagiaan, apa benar ucapannya tadi, bahwa dia tidak perlu kebahagiaan itu?
Jiyong berjalan lesu, sepertinya dia mau pulang, dan aku mengikutinya di belakang, “yang kutahu, kebahagiaan itu dapat diraih jika kita ingin menunggu” gumamku, tapi dia tidak memperdulikannya, “yang kutahu, takdir berawal dari diri kita sendiri” dan dia tetap tidak memperdulikannya, “dan satu lagi yang kutahu, yuna, dia telah menyerah dengan kehidupannya” jiyong menghentikan langkahnya, dan menoleh padaku, “kenapa kau bisa memutuskan bahwa di telah menyerah dengan kehidupannya?” tanyanya denga tatapan sedikir kesal denganku yang dia rasa aku tidak memahami perasaannya sekarang,
“karena dia terkena penyakit kanker, dan awalnya dia tidak ingin memberitahumu soal penyakitnya itu, hingga ia memutuskan untuk bunuh diri, tapi dia mencoba untuk sabar, dan takdir bahwa dia akan mati telah berada di depan matanya lebih dulu” jelasku, dia berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju rumah seakan tidak mendengar apa yang aku bicarakan, aku berjalan mengikutinya.
Sampai disebuah rumah sederhana, dia mengeluarkan kunci dari saku celananya, membuka pintu, dan masuk, aku mengikutinya dari belakang.
Buluku rontok dan menghitam, ruangan ini terlalu berdebu, “apakah kau tidak pernah membersihkan rumahmu dari debu2 sialan ini?” kataku datar, dan dia tak menjawab, aku memang tidak berharap untuk dijawab, hanya ingin berpendapat.
“mengapa kau mengikutiku terus hingga kerumah?” akhirnya jiyong mengeluarkan suaranya, “sudah kubilang aku ingin memberikan kebahagian padamu, tapi tidak kutemukan di dalam dirimu bahwa kau menginginkan kebahagian, jiwamu sulit ditembus. Dan waktuku tinggal setengah jam untuk kehilangan sayap dan kebijakanku untuk memberikan kebahagiaan pada manusia yang kupilih, sebab aku malaikat terbuang” jelasku, dia menatapku, dan berdengung sedang memikirkan sesuatu.
“baiklah, aku ingin minta sesuatu” katanya memutuskan, ketiak dia berkata demikian, sayapku terbentang, dan kurasa sayapku sekarang tidak sebesar sebelumnya, sudah banyak yang rontok, sekejap dia terkejut, “itukah sayap seorang malaikat? Kau terlihat manis dengan sayap itu” pujinya, tapi itu bukan pujian bagiku, “jika kau bisa melihat sayap dewaku, begitu besar, putih dan cantik. Sudahlah, apa perintaanmu?” kataku, dan dia sepertinya sedikit malu, “cepatlah, waktuku tinggal 15 menit lagi, nanti aku akan lenyap” gumamku, ayolah cepat, jika aku bisa kembali karena keberhasilanku, aku akan diberikan hadiah kebahagian yang akan membuat hidupku nyaman, meskipun memang tidak benar2 hidup, “tapi aku malu untuk mengungkapkannya” katanya sambil menggaruk kepalanya malu, “kuberi tahu ya, setiap manusia yang mengucapkan permintaan yang nanti akan benar2 menjadi kebahagian di hidupnya akan diterima, dan saat itu malaikat sendiri tidak dapat mendengar permintaan manusia itu, hanya para dewa yang dapat mendengarnya, jadi sebutkan saja permintaanmu. Aku yakin permintaanmu akan diterima” jelasku panjang lebar, “kenapa kau begitu yakin permintaanku akan diterima?” tanya lagi, aigo, waktunya..
“karena sejak aku menjadi malaikat selama 7 tahun, aku tidak pernah menemukan manusia setulus dirimu, aku sangat suka dengan caramu berbicara jujur” dan sepertinya sayapku mulai bercahaya, ketika itulah tandanya manusia yang ada dihadapanku akan mengatakan permintaannya.
“sebelum kau ucapkan permintaanmu, awali dengan kata ‘aku berharap’ agar aku tidak dapat mendengarkan permintaanmu” suruhku, dia mengangguk, kemudian mendekatiku, berdiri di hadapanku. “siap?”
“ya” jawabnya, “aku berharap…..”
Badanku terasa lebih ringan dari sebelumnya, kakiku tidak menyentuh lantai, wangi surga kucium, semua pandanganku putih seketika, dan aku melihat dewaku dihadapanku.
Dengan gaun putih berkibar, dan sayap yang terbentang putih nan cantik, rambut ikal berwarna coklat keemasan, tubuhnya yang bercahaya, “selamat eunmi, kau berhasil, aku akan memberikanmu kebahagiaan padamu, bersiaplah” katanya dengan senyum indah menghiasi wajahnya.
Pandanganku menjadi hitam, dewa telah memberikanku hadiah, aku tidak sabar menunggu, tapi pandangan hitam kelam ini belum juga berubah.
Dan akhirnya mataku terbuka, cahaya lampu? Apakah aku ada di dunia awan? Atau aku masih di bumi?
Aku melihat sesosok makhluk, jiyong? Berarti aku asih ada di bumi, tapi bukankah aku telah berhasil?
“selamat datang kembali, malaikatku” suara jiyong, benarkah aku dibumi?
Aku terbangun, aku sedang terlentang di kasur, di disebelahnya duduk seorang manusia yang kupilih, dia tersenyum ketika aku bangun. “aku.. di bumi? Bukankah aku sudah berhasil? Kenapa??” kataku dan mulai mengeluarkan air keringat dingin, ku usap dengan tangan, “apa ini? Keringat? Aku tidak pernah berkeringat. Ada apa denganku?” aku sungguh bingung, mungkinkah aku telah gagal dan dibuang kebumi?
“tadi ketika aku menyebutkan permohonanku, kau bercahaya, memang sedikit lama, tapi kemudian sayapmu langsung hilang dan cahaya ditubuhmu lenyap, kau jatuh ke lantai, yasudah kugotong ke kasur” jelasnya, tapi bagai mana bisa? “memang apa permohonanmu? bolehkah aku tahu?” tanyaku
“aku berharap kau menemaniku di bumi”
Terkejut, terkejut bukan main, “mengapa kau mengharapkanku?” tanyaku dengan wajah tetap takjub kehadapannya, “karena kau adalah orang terakhir yang kutemui dan orang terakhir yang entah kenapa aku akan bisa akrab dengamu” dia tersenyum, aigo, bagaimana ini “bisa akrab? Itu ‘kan hanya perasaanmu saja, kenapa kau bisa memutuskan dengan cepat sih? Lagi pula akrab atau tidak itu belum tentu kan? Aissh, kau harus bertanggung jawab” ocehku, aku sebal, aku diberikan hadiah, menjadi manusia, “bertanggung jawab soal apa?” dia tersenyum lagi. O.. oommo.. jantungku kenapa? Kenapa kalau jadi manusia perasaan dalam hati sangat kacau? Tidak bisa dikendalikan, “bertanggung jawab soal makananku, aku akan tinggal, soal bajuku, ngomong2 aku kedinginan” dan dia mengambil jaket dari lemari bajunya, “nih pakai ini”
Kehidupanku kini tidak lagi seperti dulu, ternyata menjadi manusia tidaklah semudah ang kukira. Badanku lebih berat dari sebelumnya. Dan aku tidak tahu bagaimana cara aku berbaur dengan tempat ini
***
Hari pertama menjadi manusia
“aduh.. perutku sakit! kenapa ini? apakah mau buang air atau lapar? Aku tidak tahu” keluhku pada jiyong, “coba saja satu2” katanya tertawa, “ah yang benar saja!... tapi kucoba saja” aku berlari ke kamar mandi. Kamar mandinya boleh juga, bersih tidak berdebu. Ah.. aku lupa, sayapku tidak akan rontok lagi sebab sekarang sudah lenyap.
“Tidak! Tidak ada yang keluar!” kataku kesal, jiyong malah tertawa melihatku cemberut dengan tangan memegang perut, “cara bicaramu blak-blakan sekali! Yasudah coba kau makan sesuatu di dapur!” suruhnya, “dapur dimana?” tanyaku menarik baju jiyong, “disebelah ruang makan!” jawabnya tak melihat kearahku, dia sedang membereskan kertas2 yang ada di meja di ruangan ini. “ruang makan dimana?” tanyaku lagi, “aah, kau ini merepotkan ya! itu didepanmu apa??” bentaknya. Dasar, kau sendiri yang merepotkanku hingga aku menjadi manusia seperti ini, dasar manusia.
Ternyata di depan ruangan ini ada sebuah ruang lagi, dengan meja persegi dan 4 kursi di tepinya, ini ruang makan? Dan disebelah meja makan itu ada sebuah ruangan, tanpa pintu, dan sepertinya itu dapur.
“tidak ada makanan jiyong!” teriakku, jiyong langsung menghampiriku, “ah? Masa? Sepertinya kau harus membuatnya sendiri” jiyong menepuk pundakku dan tersenyum, bodoh, sepertinya dia sudah tahu kalau aku tidak pernah masak, “bwo? Kau yakin? Aku tidak bisa” kataku menyingkirkan tangan jiyong di pundakku,
“aku tahu” dia tetap tersenyum sambil memandangku tidak enak.
“lalu bagaimana dengan perut manusiaku ini?” nampaknya aku sangat kelaparan.
“ayo kita masak bersama” gumamnya tersenyum dan mengacungkan jempol, “haha.. aku terlalu bergaya” tambahnya,
“hah? Masak bersama? Kau yakin? Aku saja tidak tahu bagaimana memegang ini” kataku mengambil sebuah penggorengan.
“kau pasti bisa”
***
“waw.. enak juga makanan ini” kataku sambil menyantap daging didepanku. “kau baru sekali memakannya ya?” dia tersenyum dan ikut menyantap daging dengan sumpit, “iya, makhluk langit hanya memakan apel, dan itu pun jika kekuatan kita habis, kita tidak pernah merasakan lapar” jelasku.
“apakah kalian belajar?” Tanya jiyong sedikit malu, “haha, tidak, para malaikat junior belajar, tapi bukan belajar seperti manusia, mereka belajar mencari orang yang tepat untuk diberikan kebahagiaan, dan jika mereka belajar dengan baik, mereka akan diberikan hadiah. Tidak hanya itu, para malaikat sepertiku, akan benar2 mencari manusia yang akan diberikan kebahagiaan, jika kita berhasil, kita juga akan diberi hadiah” jelasku panjang lebar, dan seketika kami terdiam.
“dan apa hadiah untukmu?” Tanya jiyong untuk kedua kalinya, “maksudmu?” kataku tetap menatap daging yang kujepit diantara dua sumpitku, “kau sudah mengabulkan permintaanku kan? Dan apa hadiah untukmu?” aku sendiri bingung apa hadiah yang diberikan dewa, menjadi manusia itu bukan anugrah bagiku,
“entahlah, aku tidak tahu pemikiran para dewa”
Kesunyian menyusul kemudian, kami menghabiskan makanan tanpa ada sepatah kata pun terucap. Dan aku telah usai makan, “hmm, aku kenyang, hoah” aku menguap, “mungkin kau capek” gumam jiyong, rasanya aku telah beraktifitas banyak dan perlu istirahat, “mungkin” kataku.
Sepertinya aku ingin bangun, sudah berapa lama aku tertidur. Aku berdiri, mengusap mataku yang masih sulit untuk melihat dengan jelas. Ah, rasanya apek sekali, kulitku terasa lengket, dan mulutku terasa tidak enak, mungkin karena aku habis tidur, sepertinya aku perlu bersihkan ini semua.
“jiyong! Dimana kamar mandinya?” mungkin dulu aku tidak pernah mandi, sebab aku tak perlu mandi, tapi bukan karna itu aku jadi tidak tahu bagaimana mandi itu.
Ketika aku memanggil nama “jiyong!” tak ada jawaban dirumah ini. Sepi. Kemana dia? Sejak kapan dia pergi? Ah sial, sungguh sulit menjadi manusia, dulu aku masih bisa menerawang seseorang,sekarang? Sama sekali tidak.
Dan akhirnya aku menemukan kamar mandinya sendiri. Dan setelah mandi aku duduk di sofa, huft, bosan.
Tiba2 ada yang mengetuk pintu, “jiyong oppa!” teriaknya, aku membuka pintu, seorang yeoja. Dia kaget melihat orang yang membukakan pintu untuknya, bukan jiyong, “ka.. kamu siapa?” tanyanya, tapi sepertinya dia tidak menginginkan jawaban, hanya saja kaget melihat aku ditempat yang tidak seharusnya. “kamu siapanya jiyong?” tanyaku pada yeoja itu yang melirik2 ke dalam rumah, “seharusnya aku yang bertanya padamu, kau siapanya jiyong?” dia bertanya balik, “tapi bukannya aku dulu yang bertanya?” bentakku tak keras, “aku adiknya jiyong, bagaimana denganmu?”
“… aku tidak yakin bahwa aku punya hubungan dgn manusia itu” aku membalikkan badanku ke luar pintu, “bwo? Kau itu freak ya, lalu kenapa kau bisa disini?” dia menatapku dalam, “akan sulit jika kuceritakan padamu, tunggu saja sampai jiyong ada” jelasku, dia mengeluarkan ekspresi heran ketika aku berkata seperti itu, “yasudahlah, terserah kamu, dan sepertinya jiyong oppa sedang bekerja… ah, itu dia!” katanya sambil mencari sesuatu dan akhirnya menemukannya. Dia mengambil sepucuk surat di meja ruang tamu, “apa itu?” tanyaku, sebenarnya aku tidak benar2 ingin tahu apa itu, “ini surat dari sahabatku yang tinggal di amerika, dia menitipkannya pada jiyong oppa, dan sekarang aku ingin mengambilnya” katanya senyum sejenak.
“sepertinya aku akan berada disini sampai jiyong pulang.. oh ya, kenalkan aku jaeri, kwon jaeri. siapa namamu?” tanyanya, dia dan aku duduk di sofa, “namaku eunmi” jawabku singkat.
“sebenarnya aku benar2 penasaran, kau itu siapanya jiyongoppa? Yeojacingunya oppa?” katanya dengan senyum sumringah, “iya” jawabku singkat, dan jaeri menatapku riang dan memegang tanganku terkejut senang, “benarkah??” sepertinya dia terlalu berlebihan, “iya, aku memang temannya, dan aku juga seorang yeoja, wajar kan?”
“aduh, kau ini orang pedalaman atau apa sih? Kau ada hubungan istimewa dengan oppaku, itu maksudnya” gumamnya, istimewa? Aku malaikatnya, dia manusia yang kupilih, itu yang disebut istimewa? “mungkin iya, tapi aku sendiri tidak tahu” jawabku ragu.
“yasudah lah.. lama2 aku bingung dgn cara pemikiranmu” dan tak beberapa lama kemudian, ketukan pintu terdengar lagi, siapa ya? jiyong kah?
Aku membuka pintu, bukan jiyong, seorang namja yang lain. “kamu siapa?” Tanya namja itu,
“yoochun-ah!” jaeri teriak di belakang sana, kemudian menghampiriku dan lelaki ini.
“mau apa? Kok datang kesini?” jaeri bertanya pada namja yang ia sebut ‘yoochun’ ini, “tadi aku kerumahmu, tapi kata ibumu kamu sedang ada dirumah oppamu, jd aku kesini”
“ooh, o ya, kenalin, ini teman oppa, namanya eunmi!” jaeri menepuk pundakku pelan, “benarkah? Terlalu cantik sebagai teman perempuan yang main kerumah namja sendirian” ocehnya, ah, aku tidak mengerti, sejak tadi sepertinya jaeri maupun orang ini mencurigaiku, sebenranya apa yang mereka maksud?
“jaeri-ah, ibuku memintamu untuk datang kerumah! katanya dia rindu denganmu!” gumam yoochun.
“haha, yang benar saja? Baru 4 hari yang lalu aku mengunjunginya. Yasudah, eunmi, kutinggal ya.. hati2 dengan jiyong oppa” kata jaeri senyum kemudian bergandengan dengan yoochun dan keluar dari rumah. Ah sendirian lagi.
**
“ya!!! kau sedang apa???” teriak jiyong, dia bangun dari kasurnya dan terkejut melihatku yang tertidur disebelahnya, dan teriakannya membangunkanku, “ha? Hoaah.. kenapa? Aku sedang tidur” kataku sambil mengusap mataku,
“kau itu! Jangan2 kau melakukan sesuatu tanpa aku sadari” katanya sambil melindungi tubuhnya dengan tangan, pfft, mukanya sangat konyol, “ha? Apa maksudmu? Aku hanya ingin tidur denganmu, aku kesepian sendiri di kamar, itu saja” kataku sambil sedikit tertawa karena muka dia yang aneh itu,
“apa?? Tidur katamu?? Huss.. pergi, jgn dekat2 aku” katanya melambaykan tangan mengusirku, mulutnya tertutup melebar, alisnya mengkerut, hidungnya mengembang ketakutan, “haha.. iya2 aku pergi.. memang kenapa kalau aku tidur disini?” tanyaku sambil berdiri dan menjauh dari kursi, “tentu saja tidak boleh! Berbahaya!” teriaknya.
Ah, aku masih tidak mengerti, yasudahlah. Aku keluar dari kamar jiyong dan mandi pagi, hmm.. hari yang cerah. Selesai aku mandi, aku berjalan menuju ruang makan, jiyong sedang menyiapkan makanan. “waaw, makanan.. buat siapa?” aku melihat makanan yang ada di meja dan mengendus-endus wanginya, “buat kita lah, memangnya buat siapa lagi?” jelasnya, “asiiik!” pekikku sambil duduk di kursi dan siap untuk menyantap makanan itu. “mm.. enak, ini apa namanya?” tanyaku pada jiyong ketika menyantap sebuah gumpalan, “itu shusi, makanan khas jepang, enak tidak?” dia memperhatikanku ketika aku memasukkan gumpalan itu kedalam mulutku, “hehak (enak)” dan makanan itu habis di mulutku, “kau membuatnya sendiri?” aku bertanya pada jiyong, “tentu” singkatnya “hebaat!!”.
“apa kau tidak sekolah, eunmi?” kata jiyong ketika dia hampir di ambang pintu, “ha? Sekolah? Tidak” aku menghampirinya dan merapihkan kemejanya, ada bulu di lengan kemejanya, “oh iya, aku lupa. Kalau begitu nanti aku akan mendaftarkanmu disekolah, mm.. umurmu berapa?” jelasnya yang sudah hampir ingin berangkat, “7 tahun” singkatku, “HAH?? 7 tahun?? Yang benar saja???” jiyong terkejut, tangannya menyentuh pundakku.
“ne” jawabku singkat, “bagai mana bisa??” dia terpaku melihat wajahku, mungkin dia berfikir wajahku tidak seperti orang berumur 7 tahun, “aigo.. sepertinya aku salah bicara, umur manusia dan malaikat berbeda..” jelasku, dan dia menurunkan tangannya di pundakku, dan dia mengeluarkan nafas lega.
“kalau begitu.. kuputuskan umurmu 17 tahun” ucap jiyong seenaknya, “hah?? Tua sekali??” aku teriak kaget, “kan umur manusia dan malaikat berbeda….” Katanya memperingatiku, “oh iya”
“sudah ya, aku sudah telat, anyeong.. nanti aku kabarkan jika aku sudah mendaftarkanmu di sekolah” katanya menjauh dan melambaikan tangannya, dihiasi senyum, dan aku membalasnya.
Hmmm.. seperti apa ya kehidupan di sekolah manusia? Aku jadi tidak sabar. Oh ya, apakah aku akan bertemu jaeri dan yoochun di sekolah ya? apa mereka sudah bekerja seperti jiyong? Ah.. masa bodo.
**
“murid2 sekalian, perkenalkan, murid baru kita. Eunmi, silakan masuk” aku masuk ke kelas baruku. Ketika aku masuk, berjejer meja2 dan orang2 yang sama sekali tidak kukenal. Tunggu dulu, diujung sana, kulihat seorang yeoja yang melambaikan tangannya kearahku, jaeri-ah!
“silakan memperkenalkan diri”
“namaku seong eunmi, salam kenal” aku langsung terdiam, aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperkenalkan pada orang2 ini, “itu saja?” orang tua di sebelahku ini heran dengan apa yang aku perbuat sekarang, dan orang2 yang ada didepanku ini juga heran, mungkin perkenalan ini begitu singkat, tentu saja, masa aku harus memperkenalkan diri bahwa aku seorang malaikat? Tidak mungkin.
“baiklah eunmi, silahkan pilih tempat duduk yang kosong” orang tua ini mempersilahkanku duduk, dibelakang jaeri ada 2 tempat duduk kosong, dipojok… suram sekali.
“eunmi!! Apa kabar!” sapa jaeri, “baik” jawabku dengan senyum, “selamat datang dikehidupan manusia!” aku sedikit kaget ketika dia berkata seperti itu, apa dia tau? “k.. kamu tahu?” tanyaku ragu, apakah dia hanya bercanda atau memang benar2 tahu kalau aku ini bukan manusia, “ya, aku sudang tahu” sejak kapan? Aku langsung mendekatkan wajahku dengannya, “kau tahu itu darimana?” kataku berbisik, “aku kan adiknya jiyong, kau lupa ya? tentu saja aku tahu dari jiyong” katanya senyum, “ayo kita mulai kehidupan di sekolah!” lanjutnya.
Jam istirahat, aku, jaeri dan kedua temannya yang sudah berkenalan denganku, eunah dan yeonha, kami menuju kantin. “bagaimana menurutmu pelajaran hari ini?” Tanya jaeri, mungkin dia penasaran apa tanggapan seorang malaikat tentang pelajaran manusia, “mudah” ucapku santai, dan sepertinya jaeri dan teman2nya sedikit terkejut, “waw, hebat juga kau, padahal itu pelajaran yang benar2 menguras otak” yeonha memujiku, hmm, tapi memang benar, pelajaran itu sangat mudah, “Jeniuuuus” sorak ketiga teman baruku ini, aku tersipu malu.
***
“Jiyong!! Apa kau sudah pulang??” teriakku membuka pintu, “yaa… sudah” jawabnya berteriak juga, dan aku melihatnya sedang duduk di sofa ruang keluarga, sepertinya dia sedang mengerjakan sesuatu, “jyong-ah, kau sedang apa?” aku mulai mendekatinya, “oh ini, aku sedang buat sebuah makanan” katanya sambil menunjukan sebuah makanan, tapi aku tidak tahu itu makanan apa, berbentuk seperti tabung, dengan lapisan berwarna coklat, “apa ini? ini makanan kan?” aku ingin menyentuh makanan itu, tapi jiyong memukul tanganku, mencegahku untuk menyentuhnya. “bantu aku mengolesi bagian atasnya dengan bahan ini” dia menunjuk sebuah cairan putih mirip cat, tapi ini wangi, “apa ini?” tanyaku, “sudah, bantu aku saja” dengan terpaksa dan tidak tahu apa-apa aku membantunya. “dan sekarang ditambah tulisan dengan coklat cair ini, tolong tuliskan..” suruh jiyong padaku, “tulis apa?”
“welcome to my life, my angel”
Aku terpaku, mungkinkah? Mungkinkah tulisan ini tertuju padaku? Jantungku, berdetak lebih kencang dari sebelumnya, aku tidak bisa berkutik rasanya, tanganku gemetaran, tidak bisa menulisnya. Nampaknya jiyong menatapku, tapi tidak kubalas tatapan itu, aku takut. Tangannya tiba2 mengarah ke makanan aneh ini, menuju tanganku, dan akhirnya menggenggamnya. Ada apa ini? jantung manusiaku sangat tidak karuan. Dia membantuku untuk menulis kata2 itu, entah sejak kapan aku bisa merasakan perasaan ini pada manusia yang kupilih. Dewa, apakah ini hadiahmu?
“i.. ini makanan apa?”
“iya, ini untukmu, untuk seseorang yang telah masuk kedalam hidupku, memberikan warna dalam hidupku, memang sangat cepat, tapi entah kenapa hatiku berkata sesuatu yang membuatku berdebar, ‘menyukai malaikat’, mianhaeyo jika aku tidak pernah mengungkapkannya”
“aku bertanya, ini makanan apa???” bentakku pelan
“ini kue”
“kue? Apakah kue bisa membuat seorang malaikat jatuh cinta?”
“kurasa tidak”
“kurasa ya, karena pembuatnyalah yang menaruh bumbu2 cinta di dalamnya”
“saranghae yo”
“nado saranghae”
Kini, aku sudah tidak tahu dimana jantungku sekarang.. semuanya berdebar. Dan sekarang aku sudah tahu apa maksud dari yeojachingu, seseorang yang istimewa, inilah yang kurasakan. Dan sekarang, pandanganku pada orang ini terbuka lebar.
***
“Eunmi!!!” pekik jaeri membanting pintu depan rumah, sepertinya terjadi sesuatu yang buruk, “Eunmi!! ikut aku!!” dia mencegatku, dan menarikku, sakit, lenganku sakit, “memang ada apa??”
“jiyong oppa kecelakaan!!!”
***
Aku meratapi jendela kamar, dewa, ini bukan hadiah, ini penderitaan. Aku terpukul dengan takdir ini, apakah jiyong benar? Takdir itu selalu menyakitkan. Dia pergi, pergi menemui dewa.
“dewa, aku lebih suka jika aku dibuang ke bumi dari pada harus kehilangan manusia itu. Tolong beri aku pilihan dengan kebijakanmu”
Air matakku sedikit demi sedikit jatuh ke lantai, membasahinya. Dan air mata ituberubah menjadi butiran Kristal bercahaya. Dan sekarang tidak hanya air mata, bajuku, ruangan ini, putih. Pandanganku putih, dan aku ingat suasana ini, wangi syurga. Dewa datang.
”eunmi, atas ketulusan hatimu, sampai sekarang, aku belum memberimu kebahagiaan, tapi sekaranglah aku berikan kebahagiaan itu. Dan ingat, takdir itu tidak menyakitkan jika kita dapat mengatasinya”
Jinyong! Dengan sayap, sayap hitam. Dia dihadapanku, dengan wajah datar tak ada perasaan. Sepertinya dia tidak mengenaliku, “jiyong?? Kau kah itu?” tanyaku pada orang.. ah tidak malaikat di depanku ini. “ya, aku malaikatmu, apa permintaanmu?” jawabnya tak berekspresi,
“aku berharap, aku dan kau menjadi manusia yang hidup bahagia, my angel”
Sayapnya memutih, memutih dan pudar, pudar dan menghilang. Di jatuh, aku menghampirinya mendekatinya, memegangnya erat, “jiyong?” aku mencoba menyadarkannya,
“… malaikatku?” dia hidup! “kau masih hidup, manusia bodoh??” kataku menampar pipinya kanan kiri bergantian, “ aduh!! Sakit!!” keluhnya, aku senang dia kembali, aku bisa tertawa kembali, “eunmi? Kau menangis?” Tanya jiyong padaku, “ha? Tidak, aku tertawa”
“tapi matamu mengeluarkan air mata”
“oh ya? ah masa bodo, yang pasti aku bahagia ada kau di sini”
Aku tertawa, tapi aku memang mengeluarkan air mata. Jiyong menyambutku dengan pelukan, aku membalasnya dengan erat. Aku akan selalu menjadi malaikatnya…. Ah tidak, aku akan menjadi manusia pendampingnya.
_END_
Minggu, 27 Juni 2010
When a Man Loves a Woman
Title: When a Man Loves a Woman
Cast: Kim Hyunji, Yang Yoseob
Other cast: B2ST, Kwon Jaeri, Lee Sunmin
Genre: gatau -___- mungkin comedy-romance
-------------
Pagi ini sangat indah, tapi hari ini tidak seindah pagi ini, setidaknya masih seperti kemarin. Penderitaanku selalu bermula di pagi hari saat memasuki gerbang sekolah. Mungkin sedikit mengecewakan bila aku berkata ini adalah salah Yang Yoseob, namjachinguku sendiri. Tak dipungkiri memang akulah yang menjadi korban ketenarannya, hingga detik ini aku masih merahasiakan penderitaanku padanya.
Keseharianku disekolah hanya untuk ditindas oleh yeoja2 yang termasuk penggemar Yoseob, dan Yoseob sendiri hanya tahu kalau aku dihina-hina saja, padahal lebih dari itu. Aku pernah melawan mereka, tapi itu justru menjadi mimpi burukku. Aku difitnah bahwa aku seorang gadis malam yang selalu mencari mangsa usai sekolah, dan dikabarkan aku telah mengandung anak dari bapak yang tidak jelas. Tapi aku masih beruntung, Yoseob membelaku dan aku selamat dari pengeluaranku dari sekolah. tapi karena pembelaannya, cacian dan makian semakin banyak terlontar padaku, seobi.. aku tidak tahan dengan semua ini.
“Hai perempuan payah! masih berani masuk ya? kukira hantaman tanganku sudah membuatmu kapok” ah, kata2 itu hanya keluar di mulut yeoja2 sampah seperti dia, seorang yeoja yang sedikit tua dariku, atau mungkin sangat tua seperti nenek lampir, dia yang paling sering menghina dan menyakitiku, bahkan aku sendiri tidak tahu namanya. Dan hanya inilah yang biasa merasuk kedalam otak melebihi pelajaran-pelajaran yang kudapatkan disini.
”ya! Hyunji!” pekikan seseorang yang tak asing di beakangku terdengar begitu merdu dan membuat hatiku tak lagi terasa terluka, “yoseob? kau dari mana saja, katanya mau berangkat bersama, tapi tadi kau tidak menjemputku dirumah, jadi aku berangkat sendiri” ucapku sambil tersenyum padanya, dan dia tertawa “tadi aku bangun sedikit telat karena kemarin harus siaran radio malam-malam, maaf ya yeojachinguku” katanya tersenyum sangat lebar membuatku tertawa, “yasudah, ayo masuk, kita sudah telat”
Kami satu kelas, dan kami juga satu kelas dengan yeoja busuk itu. Ketika kami masuk secara bersamaan, muka jelek yeoja busuk itu mengkerut seba, haha, entah kenapa aku begitu senang melihat mukanya jelek seperti itu.
ketika aku duduk aku terbawa pikiran, aku memikirkan akan seperti apa lagi siksaan untukku hari ini, mungkin coretan di loker akan semakin bertambah. Setiap hari lokerku dicoret oleh penggemar2 yoseob yang tidak menyukaiku, tak jarang mereka menaruh kotoran disana.
”hyunji-ah! kenapa melamun seperti itu? kau memikirkanku ya?? aih jadi malu” katanya tertawa, “apa sih, bukan urusanmu” aku suka kesal melihat yoseob saat aku sedang memikirkan penderitaan yang akan kualami, “aduh, jangan seperti itu pada namjachingumu yang ganteng nan keren ini dong” baik, lelucon dia kali ini membuatku kesal, tapi aku berusaha tidak menyakitinya, “iya, maafkan aku ya namjachinguku yang ganteng, keren, imut, dan banyak disukai yeoja2!!” kataku dengan gaya yeoja najis yang sering mengejar2 dia. Dan tidak lama setelah aku berkata seperti itu, tanda bel istirahat berbunyi, aku dan yoseob pergi menuju kantin, dan ketika itu beberapa yeoja yang lebih junior dariku medekati kami dan sedikit berteriak histeris, “Yoseob oppa!! oppa makin keren saja!!” katanya sedikit gugup, menjijikan “ah terima kasih, kalian juga semakin cantik saja!” yoseob memegang pipi salah satu junior itu, dan mereka berteriak senang. Ketika mereka mengalihkan pandangan kearahku, mereka langsung membuang muka, sial, masih kecil saja sudah belagu. “hyunji? kamu kenapa cemberut? cemburu ya? aduh jgn gitu dong” dia terawa dan mencubit pipiku, aku ikut tertawa. Aku tahu dia hanya bercanda, tapi kalu boleh jujur aku memang cemburu, ditambah lagi mereka2 yang menyakitiku.
Kadang aku bingung sebenarnya dia itu benar2 menyukaiku atau tidak, karena sikap dia pada perempuan2 lain sama dengan sikapnya padaku, dan kadang aku suka ragu padanya, apa aku tidak usah mempertahankan hubungan ini.
Sore tiba dimana kebebasanku yang paling utama telah datang, penyiksaan tidak akan datang lagi, kecuai besok. “YA! HYUNJI!” teriak Yoseob di kejauhan dan menghampiriku, “ne?” responku, “nanti jam 4 mau tidak kau ke restoran dekat rumahku? aku ingin membicarakan sesuatu” ajaknya dengan wajah yang tidak ada santai-santainya membuatku tertawa, “oke” singkatku.
Yoseob pergi, yeoja menjengkelkan datang, “hai hyunji!” memanggil namaku dengan nada yang tak enak didengar, “jangan sebut namaku, yeoja gila!” ucapku sedikit kasar, dan dia mengejekku seolah-olah dia takut pada perkataanku, “hei, kan sudah kubilang jangan dekati yoseob lagi, kau punya telinga tidak sih? jangan berlagak didekat yoseob ya, dekat2 lagi!” perkataannya membuatku ingin memkul mulutnya hingga bibirnya tidak lagi merah karena lipstik, akan kubuat bibirnya ungu.
“mungkin seharusnya aku yang biang seperti itu, yoseob yang mengajakku, tapi coba liahat kau.. apa yoseob mau dekat2 kamu?” ledekku, dan aku berhasil membuatnya kesal, “lihat saja nanti, nanti jam empat ketika kau akan berjanjian dengannya, aku akan ada untuk mengacaukan semuanya. Aku akan ajak yoseob kesebuah caffe yg tidak jauh dari restoran itu” tantangnya, “baik” aku dan yeoja menjijikan itu berpisah.
Aku tahu Yoseob pasti tidak akan mengecewakanku. Tapi jika dipikir baik-baik, aku sedikit ragu, apa dia akan datang pada yeoja itu ya? ah, sudahlah, ini mungkin ujian untukku.
Aku telah berada di depan kursi restoran yang dimaksud Yoseob, tapi belum ada tanda2 seobi disini, waktu masih menunjukan jam 03.45 aku berharap dia datang lebih cepat. Menit demi menit telah beralalu , kini waktu telah menunjukan jam 4, tapi yoseob tidak terlihat batang hidungnya. Aku mulai sedikit gelisah, ah, mungkin hanya telat beberapa menit, itukan wajar, dia sibuk.
04.10, yoseob membuatku gila, aku memikirkan yang tidak2, aku membayangkan dia bersama yeoja busuk itu. Tapi apa mungkin Yoseob sejahat itu? bahkan dia dulu yang mengajakku pergi. Atau dia lupa? tidak juga, ingatan dia tajam sekali, sampai sekarang dia masih ingat masa kecilku dengan dia. Yoseob, semoga kau tidak mengecewakanku.
04.15, 5 menit telah berlalu, tidak ada teriakkan “Ya! hyunji!” di dekat sini. Tapi aku sudah muak duduk di sini, mungkin akan kucoba mengecek di caffe tempat yeoja menjijikan itu.
Sampai disebuah caffe dengan tembok kaca besar sehingga terlihat pengunjung2 caffe itu sedang menikmati minuman hidangan yang diberikan pelayan caffe. aku mencari dimana tempat perempuan busuk itu duduk, apa dia bersama yoseob, aku mengintipnya dibalik pohon.
Ada
yoseob ada disana, dan tak sadar air mataku sudah menetes jatuh ke pipiku. Mereka berbicara satu sama lain dengan secangkir coklat panas di musim dingin ini. tertawa bersama, dan yeoja itu menyadari keberadaanku, dia memberikan senyuman terpahit yang pernah kurasakan. sakit. Air mataku semakin deras, dirumah aku hanya tinggal sendiri, ayah dan ibuku pergi keluar negri untuk beberapa tahun, mereka tidak begitu peduli padaku, hanya memberikan uang sekolah dan makanan sehari2 untukku. tapi aku tidak begitu kecewa ketika Yoseob masuk dalam kehidupanku. Tapi mungkin sudah berakhir.
Kepercayaanku dihancurkan olehnya, diabaikan bagai kepingan2 kaca yang tak berguna. Kenapa? kenapa begitu tega padaku, aku sudah berusaha untuk bertahan meskipun aku dihina dan diperlakukan kasar oleh banyak orang karena kau, karena kau Yang Yoseob. kau hebat, sangat hebat, membuatku percaya padamu hingga aku tak berani membicarakan siksaan yang kudapat, itu artinya aku benar2 mempercayaimu kan? tapi apa yang kau perbuat? Aku sudah mempertahankan dan, ah, sudahlah, sepanjang apapun aku mengoceh tidak ada gunanya, toh dia akan tetap seperti itu.
Aku berjalan menuju restauran itu kembali, dan aku bertemu Doojoon, teman baik Yoseob,
“hyunji? kau sedang apa?” tanya doojoon perhatian
“sakit”
“sakit apa? sini biar aku yang membeli obatnya”
“sakit hati”
Doojoon seketika terdiam, “ah, kalau penyakit itu, aku tidak bisa memberikan obatnya, tapi mungkin aku bisa mengurangi rasa sakitnya” dia memberikanku se-cup es krim yang sejak tadi dia bawa, “itu ada dua buat siapa?” tanyaku tanpa merubah muram di wajahku, “ini tadinya untuk sepupu kecilku di rumah, tapi buatmu saja, nanti aku bisa beli lagi” dia menyodorkan eskrim it di depan wajahku, dan aku menerimanya dengan senyuman “gomawo”.
“ngomong2, kau sakit karena Yoseob?” aku hanya bisa mengangguk, “sabar saja, mungkin kau salah paham dengannya, setahuku dia tidak bisa membuat perempuan sakit hati, apa lagi kau, hyunji” hiburnya.
Aku ditemani Doojoon, dan dia menghiburku dengan lawakan yang taktertahankan, rasanya aku mau tertawa sekencang-kencangnya.
Ketika itu sekilas aku mellihat yoseob. dan itu benar2 yoseob. dia melihatku dan Doojoon sedang tertawa.
“yoseob?” kataku sedikit keras dan doojoon ikut menoleh. Tapi nampaknya Yoseob saah paham dengan kedekatan kami, dia pergi begitu saja meninggalkan kami.
“Yoseob!!” teriakku, tapi dia tetap berlari, air mataku kini berjatuhan lagi. Aku bingung apa yang harus kulakukan sekarang. Sepertinya dia tidak lagi suka padaku, kukira dia tidak akan datang. menangis lagi. Aku jatuh begitu saja ditanah, menutup wajahku yang tak bisa menahan rasa sakit ini, air mataku terus mengalir, aku takut, aku takut dia akan meninggalkanku.
kini aku termenung di depan jendela kamarku, ah, seperti sinetron saja, tapi ini membuatku nyaman, melihat pemandangan langit senja, begitu indah. Tenang dan damai. Tapi tidak dengan perasaanku. Setiap saat aku memikirkan apa yang akan terjadi besok, apa aku tidak akan bertemu dia lagi?
toktoktok… ketukan pintu, membuat buyar pikiranku. aku berharap semoga itu Yoseob, tapi apa mungkin.
“siapa?”
“Yoseob”
aku membuka pintu dengan segera. “seobi-ah!” tak banyak berfikir aku langsung memeluknya, “aduh, kau kenapa? aku jadi malu tahu” katanya dengan cara bicaranya yang tak santai. Dan aku menangis, yoseob menyadari itu. dia mengelus rambutku.
“aku takut kau akan meninggalkanku” kataku masih berada dalam pelukannya, “meninggalkanmu? untuk apa? cup cup cup” dia mengangkat wajahku dan mengusap air mataku dengan wajah sok mengasihani, aku tertawa. “aku melihatmu di caffe bersama perempuan itu” aku sedikit mendorong yoseob dan menuntut jawaban.
“jadi karena itu kau menangis?”
“tidak hanya itu, ketika aku bersama Doojoon, kau melihatku dan langsung meninggalkanku, kukira kau marah aku dekat2 dengan Doojoon”
Dia tertawa. Huh, menyebalkan. aku memukul punggungnya dan berkata, “aku serius!!” dan dia tetap tertawa, “ah ya sudah” aku menuju kamar dan meninggalkan dia, dan kemudian dia menarik lenganku, “ahaha, pft, maaf maaf. habisnya mana mungkin aku cemburu dengan Doojoon yang jelas2 teman dekatku sendiri, aku percaya dia pasti tidak akan begitu”
“trus, bagaimana dengan perempuan itu? HAH??” aku mendekatkan wajahku padanya, ingin membuatnya takut.
Tapi dia malah diam,
dan mengelus pipiku.
dan tersenyum.
oh tidak, tanpa kusadari wajahku sangat dekat dengannya. Dasar yoseob, ini lah yang membuatnya menjadi artis populer, aktingnya sangat bagus.
“ah apa2an sih” kataku menjauhkan wajah, dia tertawa. Dasar autis. Membuat detakan jantungku hilang dari tempat asalnya dan menjalar keseluruh tubuh. “maaf, maaf. ahaha, ekspresimu bagus juga” katanya dan tetap tertawa, “bagus apanya??”
“ampuni aku putri, lagi pula aku menjauhkan diri ketika ada Doojoon, karena aku hanya ingin berdua denganmu. dan kalau soal perempuan itu, dia bilang dia ingin berbicara sesuatu yg penting, jd kuladeni” dia tersenyum lebar, aku menamparnya lembut, “mukamu itu loh, biasa saja” kami tertawa.
**
Pagi ini sangat cerah, wajahku juga. karena tadi malam itu menyenangkan. Aku dan Yoseob bermain semalaman, memang tidak ada romantis2nya, tapi aku suka.
Sekolah. Tapi entah mengapa aku senang, tidak sesenang biasanya. Ketika sudah berada di depan gerbang, aku menghembuskan nafas terlebih dahulu, dan perempuan idiot itu datang.
“hai Hyunji!!” ucapnya sok ramah, “bagaimana kemarin, cemburu ya melihatku bersama Yoseob!” dia tertawa, dasar nenek lampir. “haha, aku memang cemburu, tapi kau pasti lebih cemburu” kataku melawan, “hah?? apa maksudmu, perempuan aneh??” tertawa lagi, rasanya aku ingin menarik bibirnya, “terserah kau lah” akhirnya aku meninggalkannya dengan senyum yang masih merekah di wajah.
“Hyunji!” yoseob memanggil, ah senangnya, “ne?” aku menoleh ke arahnya, “ceria sekali, apa karena semalam ya??” ujarnya dengan alis naik turun, “ahaha, mungkin” kataku, wajahnya langsung sok malu padaku, dasar Yoseob.
hmm, aku tersenyum lebar, rasanya benar2 menyenangkan.. hari ini tidak banyak yang menyiksaku, paling hanya hinaan yang tidak bermakna dan coretan tambahan di loker.
Sore tiba, aku sudah berada di rumah, aah aku masih senang…
telpon genggamku berdering, “yeoboseo??” kataku semangat ketika melihat tulisan seobi di layar telponku.
“hyunji-ah???”
suara perempuan, apa mungkin adiknya? setauku dia tinggal bersama Doojoon di sebuah apartemen. “nuguseyo?” kataku dengan hati2, “aku, perempuan yang biasa kau sebut yeoja busuk” katanya, apa?? tapi kenapa nadanya tidak sebusuk biasanya?? “wae? kenapa kau bisa menggunakan handphone milik yoseob??” aku sedikit menaikkan nada bicaraku.
“sebelumnya aku minta maaf”
nada bicaranya sangat lembut, sangat jauh berbeda dari sebelumnya.
“wae??”
“seobi kecelakaan” aku tercengang, dan dia melanjutkan perkataannya, “karena aku” kini sedikit terdengar suara tangisan di seberang telpon. “BO??” aku langsung menanyakan dimana sekarang seobi berada, dan dia menjawab di sebuah rumah sakit yang tidak jauh dari sekolah. Tanpa berpikir panjang aku menuju rumah sakit itu.
Aku berlari, kamar 23, 24, 25, 26, 27, dan akhirnya berada di kamar 28 tempat Yoseob dirawat. Aku mendorong pintu yang tidak tertutup rapat secara perlahan.
.Tidak ada.
Tidak ada yoseob diruangan ini, apa aku salah kamar? tapi ketika aku bertanya untuk kedua kalinya, memang benar seharusnya Yoseob di rawat di kamar tadi. Tanganku mulai gemetar. Aku khawatir dia sudah… ah tidak mungkin.
Sekali lagi aku mengecek kamar nomer 28, mungkin tadi aku masuk ke kamar 27 atau 29.
Ada.
“Seobi!!” ucapku lemah dan jatuh terhenyak ke lantai, badanku lemas semua. “kau kenapa? kenapa terlihat lelah sekali?” katanya dengan tangan dibalut perban putih, “tadi, kukira kau tidak ada dikamar ini, ah, bikin aku khawatir saja” aku berdiri dan mendekati Yoseob. Dia tertawa, “tadi aku di dalam toilet” dia menunjuk sebuah pintu disebelahnya.
Yoseob kembali ketempat tidurnya dengan satu kaki, kaki kirinya telah diselimuti perban, sama seperti tangan kirinya.
“Hyunji-ah, gomawo” katanya tiba2 lembut, “waeyo?” aku duduk di kursi sebelah kasur tempat yeoseob duduk setengah berbaring. “kau sudah datang kemari” katanya menunduk, senyumku di bibirku dengan begitu saja muncul, “bukankah aku yeojachingumu?” kata2 itu membuat yoseob menoleh, tanpa senyum sedikitpun, “tapi aku ‘kan sudah banyak membuatmu khawatir, terlebih lagi dengan hinaan dan siksaan yeoja2 tak tau diri itu” aku terkejut, dia tahu,
“bagaimana kau bisa tahu?”
“aku tahu dari Yuna”
“Yuna? siapa?” aku menuntut jawaban, dan tetap dengan wajah datarnya, da menjawab, “perempuan yang bersamaku di restoran” katanya lemas, “oh.. Yeoja busuk” aku kelepasan, “apa?” yoseob sedikit terkejut, “ah, ani..”
“oh ya hyunji, mianhe, sepertinya minggu depan aku akan pergi”
“pergi kemana?”
“jepang”
aku sedikit terkejut, “tapi kenapa tidak bilang dari dulu?” aku memegang lengan yoseob sedikit kencang, “mian, tapi aku sendiri baru tahu tadi pagi” aku terpaku, rasanya baru kemarin kami bersenang2.
***
Sudah 2 bulan aku tak bertemu Yoseob, banyak ruang rindu yang tidak terisi selama 2 bulan ini, rasanya begitu sepi. Selama itu juga, tidak ada hinaan satu katapun di sekolah. Benar2 sepi, memang tak jarang dia menghubungiku, tapi tetap saja, suaranya jadi begitu asig bagiku.
Sekarang aku punya teman, Park Jaeri dan Lee sunmin, dan mereka senasib denganku. namjachingu Jaeri adalah Dongwoon, sedangkan Sunmin adalah KiKwang, sang idola teman dari Yoseob, tidak lupa dengan Doojoon, mereka akan sibuk di jepang. Kami selalu menunggu kedatangan mereka, tapi kami yakin mereka akan lama disana, dan pada suatu saat kami berencana akan menyusul mereka ke jepang. Tapi salah satu dari kami pasti ada saja yang bermasalah, entah itu orang tua tidak membolehkan, biayanya belum cukup, belum menguasai bahasanya, dan lagi kita akan tinggal dan bersekolah dimana?
**
kini sudah 10 bulan berlalu, semakin jarang Yoseob menghubungiku. Aku takut dia akan berpaling, ditambah lagi semakin banyak penggemarnya. Aku khawatir akan terjadi apa2.. sangat khawatir.
Suatu hari, seorang namja datang padaku, dan menyatakan perasaannya, namanya Jinki. Sejak Yoseob tidak ada banyak yang datang padaku, tapi setiap namja yang mendatangiku kutolak mentah2, karena mereka aku jadi selalu teringat Yoseob, semakin lama aku semakin teringat dan semakin terasa sakit.
**
Sudah 1 tahun, kini aku dan temanku telah menyelesaikan sekolah kami. Dan selama itu kami belajar bahasa jepang. Kami masih bertekat untuk menemui mereka.
Dan 10 bulan kemudian kami benar2 bertekad dan akan melakukan perjalanan bertiga. Keluarga kami semua telah menyetujuinya sejak kami selesai bersekolah.
Kini kami sudah berada di Jepang, jantungku semakin lama semakin berdegup lebih kencang dari sebelumnya. yah.. semoga saja bisa bertemu dengannya.
“Hyunji-ah!! waeyo? tunggu apa lagi?” Sunmin menepuk bahuku ketika tahu aku menghentikan langkahku. “aku takut, dia tidk mengenaliku” aku mulai gemetar, “ani.. tidak akan” jaeri menghibur. Aku menguatkan hati, tenang Hyunji, kau masih punya teman yang bisa menemanimu.
Kami mencari tempat dimana mereka tinggal, dimana mereka akan konser, dan lain2. tapi ketika kami tahu tempatnya, itu sulit kami jangkau, kami dianggap penggemar mereka. Sulit untuk bertemu, ketika kami menghubungi mereka, tidak satu pun dari kami dijawab oleh mereka.
Aku lelah, Yoseob. Aku ingin kembali meilhat keceriaan dan senyuman yang tak santai darimu. Apa aku harus merelakanmu pergi? nampaknya itu terlalu sulit, meskipun telah 1 tahun kau tak ada, tapi bayang2mu selalu menjadi penyakit di otakku. Seobi, aku selalu berharap bukan aku yang datang padamu, tapi sebaliknya kau yang datang padaku.
“Di angkat!!” seru Jaeri, dia menghubungi Dongwoon, aku dan Sunmin langsung menghampirinya dan ikut mendengarkannya,
“hallo?”
“Yoboseyo?? Wooni~ ini jaeri! aku sangat rindu denganmu!”
“oh ya, maaf jaeri, aku tidak bisa kembali sekarang, aku masih sibuk”
“ah tidak, aku sekarang berada di jepang ingin menyusulmu, aku bersama teman2ku, mereka juga ingin menyusul namjachingunya, Yoseob dan Kikwang!”
“apa??? ah baik, kapan kita akan bertemu??”
“Kapan kalian ada waktu?? kami kapan saja bisa”
“mungkin besok kami ada waktu luang, sekitar jam 7 malam”
“oke, kami tunggu ya!!”
“baik, terima kasih sudah datang kesini demi aku, juga terimakasih untuk teman2mu ya! jaeri-ah, saranghaeyo!”
“Nado sarangheayo..”
ketikia itu jaeri menangis karena rindu. ah, andaikan aku yang ditelepon, aku juga akan menangis seperti dia.
**
Sudah jam tujuh, kami bertemu di sebuah restoran milik mereka. Itu akan menjaga rahasia kami.
“Yoseob!!”
“Hyunji-ah~” jawabnya sok manja, rindunya..
Melihat wajahnya benar2 membuatku puas. “Hyunie.. gomawo~ sudah mau datang kesini, kau pasti benar2 rindu padaku!” katanya dengan senyum sumringah, “iya” tanpa basa-basi. Yoseob sedikit terpaku, lalu tersenyum lembut,
“sarangahaeyo”
Dia memelukku. betapa senangnya dia masih memikirkanku, masih rindu padaku, tidak sia-sia pengorbananku. Dan sekarang, aku merasakan dirinya berada dipelukanku, menghelus rambutku, aku menangis saat itu juga. Akhirnya aku bisa menyentuhnya bukan mendengar suaranya. “mianhae hyunji.. kau benar2 menungguku selama ini” kata2nya membuatku tersenyum, “tdk apa2, asalkan kau masih ingat aku. Selama 1 tahun ini, kau sedikit berubah” aku melepas pelukannya. “apa yang berubah?” dia menaikkan satu alisnya,”kau semakin lama semakin lebih cantik dariku” aku menggembungkan pipi, dia tertawa,
“ah, tidak juga, kurasa kau sudah cukup cantik untukku”
Apa pipiku merah?? mungkin iya, selama ini sepertinya dia lebih banyak berubah memuji diriku ketimbang memuji diri sendiri, aku senang, “cukup?? artinya masih ada yeoja yang diatas cukup dariku??” aku mendekatkan wajahku.
Dia memegang kedua pipiku. “tidak, sungguh hanya kau”
Aigo… sejak kapan dia mulai jarang membuat lelucon atau semacamnya?? Dia jadi lebih kelihatan dewasa didepanku. Aku benar2 bisa memandang wajahnya, matanya yang indah membuatku terpanah melihatnya. Tapi aku juga tak sadar dia memandangku, penuh arti.
“ah sudah” aku melepaskan tangannya, dan kami malu satu sama lain. Tapi aku bisa melihat senyuman yang terekat di wajahnya, aku pun begitu.
Hmm, sepertinya sudah 2 bulan kami di sini, di jepang. Dan besok kami sudah disuruh pulang, sedangkan Yoseob dan lainnya baru akan balik sebulan lagi. Karena itu, Yoseob, dongwoon, dan kikwang mengajak ke taman bermain untuk hari terakhir kami di sini.
“Hyunie~” seru Yoseob menghampiriku yang tengah duduk di kursi taman, “mau?” dia menyodorkan gulali ke arahku, “gomawo” aku mengambilnya dan tersenyum,
“kau sedang apa disini? apa seru hanya duduk saja?” Yoseob duduk di sebelahku. “ani.. tidak juga, tapi aku bingung naik wahana apa” kataku menundukkan kepala, “mm.. oke, gimana kalau kita naik bianglala seperti dongwoon dan jaeri??” aku sedikit terkejut “bo? jaeri naik bianglala?? dia kan takut ketinggian!” aku menghadap wajah imut Yoseob, “jjincha?” Yoseob ikut terkejut, “ah tenang, ada dongwoon, dia bisa menjaganya” tambahnya.
“ayo kita naik bianglala”
***
“kudengar kau ke jepang untuk bertemu yoseob, iya kan??” dia menarik liang bajuku, “iya memangnya ada apa, yeoja busuk??” kali ini yang kusebut yeoja busuk bukan Yuna, seseorang bernama Taeyon, “haah? yeoja busuk??” dia tertawa, dasar gila “bukannya kau yang busuk??” bayangkan, mulutnya tersenyum pahit dengan sedikit tertawa, memainkan mata bukan ke arahku, “kalau kau masih dekat2 Yoseob, akan ku bunuh kau!” tambahnya mengancam, dan dia melepaskan cengkramannya, pergi sambil melambaikan tangan dengan senyum pahit yang masih menempel di wajahnya.
Kemana yuna? sepertinya sejak kecelakaan yoseob satu tahun lalu, dia sudah tidak terlihat menghinaku lagi, tapi bagus lah. Walaupun sekarang dia tidak ada, tapi masih ada taeyon yang menjengkelkan dan lebih mengerikan dari yuna. Hoah, cape juga.
Aku tidak sabar menunggu Yoseob kembali ke sini 1 bulan lagi. Aku membayangkan wajahnya ketika aku masih di jepang, dia jadi lebih berbeda, lebih tampan. Rasanya ingin ke jepang lagi menemuinya, tapi biayanya sudah tidak ada, huh, menyebalkan, andaikan aku punya kantong doraemon, hahaha lawakan yang aneh.
Telepon genggamku berbunyi, “yoboseyo?”
“hai hyunji~” yang yoseob
“seobie.. balik kesininya lebih cepat doong” pintaku manja
“ne? oh, oke”
“hmm?? segampang itukan?”
“ya, lagi pula sebulan ini hanya berlibur di sini saja kok, maksudku di jepang”
“benarkah? kenapa kau tidak pulang bareng aku saja waktu itu???”
“hahaha, aku masih mau berlibur sebentar”
“ooh, jadi tidak mau secepatnya bertemu aku lagi ya???”
“ahaha, ani.. jangan salah sangka dulu jagyaaa”
“ne.. ya sudah, kutunggu ya.. saranghaeyo, seobie”
“nado”
Ah, senangnya.. oke, sebelum dia kembali, aku akan membuat perubahan. Mm, diet? akhir2 ini aku makan banyak dan tak terasa badanku semakin berat saja, ayo hyunji kamu harus diet!!!!! oke…aku malas.. ah, dia tidak akan memperdulikan penampilanku kok.
“hyunji-ah!!” seru seseorang di belakang, suara Sunmin
“ne?” jawabku singkat, “besok lusa mereka akan pulang!”
“BO?? YANG BENAR???”
“ne!! aku juga kaget mendengarnya, tadi aku dapat telepon dari Gikwang!”
Dan kami berteriak sambil berputar2 layaknya anak autis. Ku rasa ini benar2 kebertuntungan.. apa keberuntungan ini akan terus berlanjut ya?
***
“apa yang kau lakukan, HUH!!!” bentak yoseob,
“a.. a.. aku tidak tahu” jawabnya ngeri, “tadinya aku hanya ingin menyerempetnya saja, tapi malah..” tambahnya.
“kau keterlaluan, Taeyon!!” makian tersembur ke arah yeoja busuk itu. Memang aku merasa sakit, tapi aku senang, setidaknya yoseob mengkhawatirkanku.
“maaf, tapi kau tidak perlu marah yoseob, kan masih ada aku!” katanya masih berharap..
“kau sudah membuatnya celaka, sekarang bisa2nya kau berkata seperti itu, dasar YEOJA GILA!!!!”
Sabar lah yoseob, aku akan tetap berada di sisimu.
Kau tahu? sekarang aku terbaring di kasur, tak bergerak bagaikan patung. Kecelakaan ini berawal ketika aku dan Yoseob berjalan pulang dari bandara. Kau tahu apa kata dokter? aku mengalami pendarahan di otak, dan kini aku tidak tahu nasibku.
“maaf, tuan yoseob”
“ada apa, dok?”
“nona hyunji mengalami pendarahan yang sangat luar biasa banyak, maaf sekali lagi, tuan” dokter itu membenarkan kaca matanya. “nyawanya tidak bisa tertolong lagi”.
Yoseob menangis sejadinya, mungkin ini memang berat baginya, dan berat bagiku juga, meskipun aku sudah mati, tapi aku masih bisa merasakan dia ada didekatku.
“sekarang, kau balas dendam, hyunji?? sebelumnya aku yang meninggalkanmu, sekarang giliranmu ya?” benaknya dalam hati
***
“Yang Yoseob!” doojoon menepuk bahunya, “ne” jawab yoseob lemas, “besok kita akan pergi ke indonesia, apa kau kurang sehat?”
“ah.. tidak juga”
“oh, yasudah, kau siap2 saja sana!” suruh sang leader kembali menepuk punggungnya, tidak seperti biasanya dia lesu seperti ini.
“Hyunji, andai kau masih disini, kau akan kuajak, tidak akan meninggalkanmu lagi. Tapi lihat, lihat sekarang, apa yang aku perbuat?? hingga kau meninggalkanku, untuk selamanya”
Keesokan hari tiba, kesibukan mereka tiba, tapi tak ada semangat sedikitpun yang terlihat di wajah yoseob, dia terlalu terpukul dengan kematianku, kalau aku bisa berbicara denganmu, aku akan berkata ‘yoseob!! semangat!!’ atau semacamnya.
Mereka telah tiba di indonesia, mengadakan pertemuan pers, konser, dan aku tidak bisa melihatnya di TV.
Ketika mereka duduk di tempat masing2, dan menerima beberapa album dan poster mereka yang harus mereka tanda tangani, Yoseob masih telihat lesu. Seorang fans dengan jaket ungu mendatanginya, yoseob hanya menandatangani album ‘SHOK’ dan sebuah post card milik sang fans tanpa melihat pemilik itu.
Yoseob mengembalikan album dan post card itu sembari melihat sang fans, dia, dengan jaket ungu bertuliskan ‘destination’.. dia, mirip denganku..
“boleh ku tahu siapa namamu?”
“syifa”
***
“kita beri nama siapa?” ujar yoseob bertanya pada istrinya, “hmm, aku tidak tahu”
“bagai mana kalau hyunji?”
“ide yang bagus!!”
“oke, hyunji.. ini ayahmu, Yoseob oppa” istri yoseob menunjuk ke arah yoseob dengan tangan bayi yang ada di pelukannya.
“kalau yang sedang memelukmu itu ibumu, syifa umma!!”
“bagai mana kalau ummi syifa??”
Dan mereka tertawa bersama…
_END_
You Can, My Girl
Title: You Can, My Girl
Cast: Jeong Yeonha, Kim Jaejoong
Other cast: kim jonghyun, Kwon Jaeri, Park Yoochun
Genre: comedy-romance
----------
Menunggu, berharap dia akan datang, jonghyun oppa, kau pergi begitu lama. Hari sudah malam, langit kini telah bertabur bintang, menunggu di ayunan. Tak lama kemudian, seseorang datang, yoochun oppa, mengapa justru kakaknya yang datang? “yeonha-yah, mianhae yo” gumamnya, mengapa dia minta maaf padaku? “mo? Ada apa oppa kemari?” kataku penasaran, “mianhae yo.. jonghyun-sshi.. pergi dan tidak akan bisa kembali” katanya dengan lesu. Apa? Maksudmu mati? Sekejap aku langsung lesu, air mataku menetes di tanganku, menangis, tidak bisa berhenti. Dan aku mencoba melupakanya.
Kenalkan! Aku jeong yeonha. Umur, 16 tahun. Hobi, SHOPPING~. Hal yang paling kusukai, diskon~ apa lagi diskon besar-besaran. Hal yang tidak kusukai, tagihan kartu kredit, ommo, sangat banyak. Dan jangan pernah berkata ‘gratis’ atau ‘Free’ padaku, itu akan membuatku gila. Satu lagi, kau tahu apa pekerjaanku? Pekerjaan yang melelahkan, sangat berjasa, bekerja di perkantoran dan memerlukan ketelatenan. Cleaning service.
Ketika jonghyun masih ada, dia sering mengingatkanku “jangan belanja terlalu banyak, SHOPAHOLIC!” yah, shopaholic, sebutan untuk orang yang tergila-gila dengan belanja. Aku dan jonghyun tahu julukan itu dari film barat berjudul “I’m shopaholic”.
Pertama kami bertemu ketika aku sedang belanja di sebuah toko baju, dan dia bekerja sebagai kasir di tempat itu. Kemudian aku dan dia jatuh cinta. Sama sekali tidak romantis.
Minggu 10.30 am (back sound : f(x)-chocolate love)
Shopping time!! That’s my favorite! Pagi menjelang siang yang kubutuhkan, jika waktu untuk belanja tidak ada, I can’t breath.
Dengan baju dress putih selutut, dan setelan jaket kecil berwarna coklat, shal tipis kotak2 berwarna hitam dan coklat tergantung dileher, juga dengan sepatu berwarna merah marun, aku berjalan menyelusuri jalan perkotaan, tempat dimana banyak ‘kekasihku’ berjejer ; Toko baju, toko tas, toko sepatu, toko emas! Toko buku, dan banyak lagi. Dan ‘kekasih’ yang pertama kupilih adalah, toko tas, walau pun tasku masih bagus, tapi aku punya tas yang sudah kutaksir sejak dulu, dan aku baru bisa membelinya 15 kali gajian. Untung aku memakai kartu kredit, jadi bisa kubeli sebelum aku mendapatkan uangnya.
Tas bermerek Gucci dengan warna hitam mengkilap, begitu elegan. Dengan jaitan-jaitan garis-garis menyilang, juga kancing bulat berwarna perak dengan permata di tengahnya berkilauan, sungguh cantik bukan? Berbentuk persegi panjang dengan dua kantung bersinggah di depan tas, dan jika diperiksa kain didalamnya, berbahan lembut, dengan beberapa kantong di dalamnya, sangat sempurna. Tidak hanya itu ;
GUCCI’s Bag US$ 1000
DISCOUNT 50%
-Original-
OH MY GODNESS!! Impossible.. keberuntungan ada padaku, tas ini benar-benar ditakdirkan untuk menjadi milikku.
Aku mengambil tas itu dari tempatnya, dan aku cepat-cepat ke kasir untuk membayarnya, tapi tiba-tiba saja kakiku sakit karena tadi mengantri lama untuk masuk, pegal, aku terjatuh, tas itu juga. Ketika itu aku merintih kesakitan, mencoba mengambil tas indah itu, tapi ada tangan orang lain, mengambil tas itu, ketika aku menoleh ke atas, seorang namja, berambut coklat lurus. Dia mengambil tas itu dan menatapku, dan aku langsung berdiri, “ah, terimakasih telah mengambilkannya untukku, skarang berikan tas itu, aku ingin membayarnya” kataku menyuruh pria itu, “enak saja” katanya kemudian menjulurkan lidahnya mengejekku, “tapi itu punyaku, tolong kembalikan, namja yang tampan~ please~” rayuku, tapi ternyata rayuanku tidak mempan, dia malah berkata “siapa cepat dia dapat, kalau mau coba rebut dariku” dia berlari menghindariku. Dasar idiot, berani-berani merebut ‘pacarku’.
Kami berlarian, dan aku mendorongnya hingga jatuh dan tas itu kurebut. Aku sudah mendapatkan tas itu, tapi ketika aku ingin lari, ternyata tali tas itu digenggam pria itu, aku jadi ikut jatuh dibuatnya. kemudian aku berdiri lagi dan pria itu juga berdiri, terjadilah tari menarik.
“hey idiot! Ini punyaku, aku sudah mengambilnya duluan!” kataku menarik tas itu lebih kuat sehingga tangannya tertarik olehku, “enak saja, kau sendiri yang menjatuhkannya, dan aku mengambilnya, brarti ini punyaku! Dsar perempuan gila!” ejeknya yang mulai menarik lebih kuat sehingga tas itu ada di pihaknya. “APA KAU BILANG??” bentakku pada pria itu. Aku sudah tidk tahan, akhirnya aku berteriak histeris, hingga semua orang menoleh ke arah kami semua. Seorang pegawai toko itu menghampiri aku yang masih berebut tas dengan pria itu, “ada apa?” tanyanya, “pria ini sungguh IDIOT! Tasku ditarik-tarik dia, lihatlah, dia ingin mencuri tasku!” kataku berbohong, “tapi..” ketika pria itu ingin menjelaskannya pegawai itu sudah memukul kepadalany duluan dengan tongkat. Pria itu sempoyongan, dan tangannya memegang kepalanya yang sakit itu, dan ‘pacarku’ akhirnya ia lepas, aku berlari menjauh, dan ketika aku tersadar dia melihatku, aku langsung menjulurkan lidahku. Yes, akhirnya berhasil juga mendapatkan tas incaranku dari 5 bulan yang lalu.
Aku membayarnya di kasir, ah, senangnya bisa membeli tas ini, dengan harga yang lumayan pula, jadi tidak banyak menambah tagihan kartu kredit. Ketika aku baru mau menyerahkan kartu kreditku, tas itu kembali di rebut oleh namja idiot itu! Untungnya aku berhasil memegang tas itu, dia menarik tali tas itu.
“hey!! Kau itu IDIOT ATAU BODOH SIH?? INI PUNYAKU!! Memang apa urusanmu dengan tas ini, HAH!!??” bentakku keras pada namja itu, “tidak usah teriak, yeoja GILA!! AKU PUNYA TELINGA!! Aku juga ingin membeli tas ini!!” katanya membentak balik. Aduh, dasar orang egois!! Aku yang lebih dulu mendapatkannya.
Kami terus berusaha menarik tas itu untuk tahu siapakah yang berhak mendapatkannya. Aku yang mulai kesal menarik sekuat tenaga, terlihat dari wajahnya namja itu juga menarik sekuat tenaga. Dan, SRRRAAK!! Tali tas itu robek di buatnya. “BODOH!! Pacarku!! Jangan mati!!” kataku dan namja itu serempak. Apa? Dia bilang itu pacaranya? Itu pacarku! Apakah dia juga shoppaholic? Semoga saja tidak.
“Kalian harus membayarnya” kata petugas kasir itu dengan wajah yang sefikit merasa kasihan pada kami. “INI SEMUA GARA2 KAMU, IDIOT!!” katku berteriak di telinganya, dan raut wajah namja itu langsung mengkerut marah, “dasar GILA!!!” katanya sambil menaruh kartu debitnya di atas meja kasir lalu pergi. Apa yang dia lakukan?? Membayarnya dengan meninggalkan kartu debitnya begitu saja?? Memang namja yang idiot, tidak cerdas, tapi spertinya itu juga termasuk gratis untuk membeli barang yang sudah rusak. Tapi lama2 aku kasihan juga padanya, apa aku kembalikan saja kartunya ya? tapi dia kan sudah merusak pacarku! Mungkin lebih baik aku pulang saja dan membawa pulang kartu ini.
Pagi ini cerah sekali! Rasanya aku ingin belanja.. tapi aku tidak mau bertemu orang yang serupa dengan namja kemarin. Hoah.. hari ini harus kerja, aku lelah dengan yang kemarin, kakiku sakit. ketika aku duduk merintih kesakitan, secar bersamaan sepucuk surat jatuh dari lubang surat di pintu. Aku berusaha mengambilnya sambil menahan rasa sakit, SURAT TAGIHAN!!! Bagai mana ini? ketika kulihat isinya.. banyak sekali!! Tidak seperti bulan2 sebelumnya! Dan aku melihat total tagihan itu, US$ 10000!!! Aku tidak percaya, bagai mana cara membayarnya dengan pekerjaanku yang sekarang ini?? Yeonha-ya! kau beli apa saja!! Aku marah, marah pada diriku sendiri, mungkin namja itu benar, aku memang gila.
Sebenarnya hari ini aku tidak mau masuk kerja, kakiku sangat sakit, tapi karena surat ini memaksaku untuk masuk.
_____________________________________________________________________________________
Back sound : stand by u - TVXQ
Sakit, sakit sekali. Aku sedang mengepel ruang loby, tapi aku sudah tidak kuat untuk menahannya. Aku mulai pusing, dan dikepalaku hanya terbayang tagihan2ku yang begitu banyak. Aku lelah, tangakai pel kujatuhkan, aku terjatuh di lantai, aku pingsan tak sadar dan mataku hampir menutup, sekejap aku melihat orang2 melihatku, dan akhirnya mataku tertutup.
Aku bangun! Apakah aku masih hidup? Aku masih hidup, tapi dimana aku? Aku tertidur di kasur untuk satu orang berwarna putih dengan selimutnya yang berwarna putih juga. Ketika aku melihat kesekeliling, sepertinya aku sedang ada di kamar sebuah rumah sakit, dan aku melihat kakiku yang sekarang sudah lebih baik diperban.
Aku melamun, memikirkan jonghyun yang andai saja dia masih hidup, dia pasti akan menjengukku. Aku memikirkan kenangan2 masa lalu, air mataku jati. Yeonha-ya! kau ‘kan punya banyak kekasih! Toko2 berjejer itu, jadi janganlah kau menangis! Malaikat dalam diriku berkata. Tapi tetap saja air ini terus berjatuhan, aku menunduk dan meratapi nasibku. Dan ketika itu juga seseorang membuka pintu, seseorang yang tidak asung bagiku! namja idot. Tapi kali ini dia tidak seperti seseorang yang idiot, dia nampak berwibawa, dengan setelan kemeja putih dan jas putih. Tunggu dulu, apakah dia seorang dokter?? “apa kabar, namja idiot?” kataku menyapa, “jangan sekali-kali memanggilku seperti itu!” katanya sedikit marah, aku tertawa dan tetap duduk berselimut di kasur, “ok ok, bagai mana kabarmu?” tanyaku sama, “baik, kau sendiri bagai mana, yeoja gila?” ah sial.. “kau sendiri apa?? Memanggilku gila” aku cemberut , dan dia tertawa. Ternyata dia termasuk namja yang lumayan keren, cara dia berbicara sangat santai.
“hmm, mian yang waktu itu, aku membuatmu mengeluarkan uangmu, padahal kau tidak dapat apa-apa” kataku dan secara bersamaan dia duduk di bangku sebelahku “tidak apa-apa, sekarang mana kartuku” tagihnya, ternyata meskipun tidak apa-apa dia tetap saja tidak rela kartunya diambil begitu saja, dasar aneh, “ini.. kau seorang shopaholic, benar?” kataku sambil memberikan kartunya, “iya, bagaimana kau tahu?” pertanyaan yang tidak bermutu, tentu saja tahu, dia menyebut tas itu sebagai pacarnya, seperti aku, “tentu saja, kau begitu agresif ketika ingin merebut tas itu dariku” kataku dengan sedikit tertawa disela-sela waktu.
Ketika kita sedang tertawa bersamaan, seorang suster masuk, “maaf mengganggu, dok, ada pasien yang harus ditangani” mendengar suster itu berkata aku percaya bahwa dia memang seorang dokter, “ya… oh ya, ini surat dokternya” katanya menulis di kertas kemudian ia masukkan amplop yang ada di meja kemudian memberikannya padaku,”oh ya terimakasih” ucapku, dia tersenyum lalu meninggalkan ruangan. Ternyata dia tidak seidiot yang kukira, dokter pula.
_____________________________________________________________________________________
Ketika matahari terbenam, wangi angin sore berhembus. Aku sedang ada di rumah, ayahku belum pulang, dan ibuku takkan pulang, dia telah pulang keatas sana. Aku duduk di sofa, menyalakan TV, ah.. tidak ada acara yang seru, tapi ketika aku menekan tombol remout angka 7, ada iklan jam tangan. Oh tidak, jam tangan itu sungguh keren! Tapi aku menahannya dengan mematikan TVku, aku sudah sadar bahwa apa yang kulakukan ini tidak benar, tagihanku banyak sekali.
Aku hanya melamun dengan posisi tertidur di sofa, oh ya! surat dokter, tapi kan aku sudah sehatan, yah meskipun kakiku tidak sembuh betul. Kubuka amplop surat itu dan membacanya, tulisan dokter;
Besok jam 10 pagi di taman kota
-jaejoong-
Namanya jaejoong, huft.. depan huruf namanya J, jadi teringat jonghyun oppa lagi. Dasar orang aneh, katanya surat dokter, tapi betul juga ya, ini kan juga surat dari dokter, dokter idiot. Tapi besok memang hari minggu, aku libur. Tak terbayang apa yang akan kami lakukan besok.
Namanya jaejoong, huft.. depan huruf namanya J, jadi teringat jonghyun oppa lagi. Dasar orang aneh, katanya surat dokter, tapi betul juga ya, ini kan juga surat dari dokter, dokter idiot. Besok hari selasa, harusnya aku masuk, tapi aku tidak diperbolehkan untuk bekerja, jadi aku libur. Tak terbayang apa yang akan kami lakukan besok.
Back sound: let me your voice - bigbang
Udara pagi memang segar.. Hari ini hari selasa, dan aku seharusnya aku bekerja, tapi karena kakiku cedera jadi kantor memperbolehkanku untuk tidak bekerja. kakiku juga tidak sesakit seperti yang kemarin, lega rasanya satu beban telah kulewati. 1 beban lagi yang sulit kutaklukkan, tagihanku. Aku melamun.
Oh ya.. suratnya. Ah. Aku malas rasanya, sedang tidak ingin keluar. Aku duduk di sofaku, tempat yang paling kusuka. Ketika aku sedang duduk dengan mengangkat kedua kakiku, telpon genggamku berbunyi. Ada yang meneleponku, dan aku tak mengenal digit2 nomor itu, tidak ada dalam phone book ku. Aku takut nomor ini adalah nomor penagih hutang. Tanganku gemetaran ketika ingin mengangkatnya, tapi aku memberanikan diri.
“halo?”
“selamat pagi, yeoja gila??”
Ah.. ternyata si idiot, hampir saja telpon ini ingin kubanting. Tapi bagai mana dia tahu nomor teleponku? “selamat pagi juga, bagai mana kau tahu nomorku? Seingatku aku tidak memberikannya padamu?” kataku bingung, “tahu dong.. keren ‘kan?” gumamnya sambil tertawa, “aku serius! Jangan2 kau bukan hanya dokter atau namja idiot? Tapi juga pencuri? Kau mengambil dompetku lalu mengambil nomor telponku yang tertera di kartu pelajar *emang ada?* ya ‘kan?” ceritaku tanpa berpikir panjang, “kau ternyata menyadarinya ya?” dia tertawa kembali, hah? Apa maksudnya, “menyadarinya? maksudmu?”
“aku ‘kan mengambil dompetmu”
“HAH!! DASAR PENCURI! Sejak kapan??” teriakku takjub, dasar bodoh! Benarkah dia seorang dokter? Sifatnya terlalu kekanak-kanakan, sebal. “makanya, kalau kau mau dompetmu kembali, datanglah ke sini” ancamnya, “kesini? Kesini mana?” tanyaku lagi tak sabar ingin mendatanginya dan memarahinya, “maksudku ke taman” dia mengingatkan janji itu kemudian mematikan telponnya, memang sekarang sudah jam berapa? Aku melihat jam dinding yang tak jauh dari TV. Jam 12!! Benarkah dia menungguku selama itu?
Ayunan terayun oleh angin, daun-daun di pohon terbawa angin. Siang ini cuaca tidak panas, tapi sangat sejuk. Seperti biasa dalam cerita2 di film, ada saja tempat kenangan menyakitkan seperti di taman ini, dimana aku mendengar kabar buruk, sangat buruk. Jeonghyun telah tiada. Oh tidak, hatiku sakit, ketika itu aku menunggunya hingga malam, niatku untuk mengungkapkan semua isi hatiku padanya, termasuk hal yang tidak begitu kusuka yang ada didalam dirinya, tapi nyatanya jiwanya telah kembali lebih dulu. Rasanya sakit.
Kenangan2 itu langsung buyar ketika aku melihat jaejoong sedang duduk di kursi taman memakai jins biru, dan baju hitam dengan jaket kulit yang panjangnya sampai lutut. Duduk sambil mengenakan headset yang tertutupi rambut lurus coklatnya. Keren.
“idiot!” teriakku dan melambaikan tangan kananku kearahnya, “eh, yeoja gila! akhirnya kau datang juga, bagai mana dengan kakimu?” sautnya, dia sepertinya memang sudah menungguku sejak lama, terlihat ketika sebelum kusapa, wajahnya datar dan terlihat membosankan, dan ketika kusapa, wajahnya telah berubah, “sudah membaik, maaf ya, kau sudah menunggu lama?” aku duduk disebelahnya, “lama! Lamaaaa sekali! Dua jam! DUA JAM!!” katanya menggertak, “haha, awas, wajahmu yang seperti itu terlalu buruk untuk diperlihatkan!” tawaku geli, dan dia malah ikut tertawa, dasar aneh.
“jaejoong-ah” panggilku ketika sebelumnya terdiam “itu namaku” katanya tak jelas, “hah? Itu memang namamu kan?” aku bingung, kenapa dia malah menjawab ‘itu namaku’? “ya, aku grogi ketika seorang yeoja yang tak kukenal memanggil namaku secara langsung, kadang2 aku jadi salah tingkah” katanya malu2, ah, malu2 kucing. “dasar aneh, dari pada aku memanggilmu idiot nanti..” “lebih baik idiot” potongnya. Aku tertawa melihat wajahnya yang grogi, dia sangat pemalu.
“oh ya, aku sudah memberi tahu namaku, bagai mana dengan mu?” Tanyanya untuk menghilangkan rasa malunya, “oh, eeh, namaku yeonha, jeong yeonha, salam kenal” kemudian dia tertawa, sungguh manusia yang tidak normal, aku semakin tidak yakin bahwa dia seorang dokter, kelakuannya terlalu aneh untuk dijadikan sebagai seorang dokter, jangan2 pasiennya jadi gila dibuatnya, “kok ketawa?” tanyaku heran, dasar namja sinting, “haha, ternyata gila2 begini juga punya nama toh, belum lagi seorang shopaholic, kukira namamu akan seperti nama merek sepatu atau merek baju” tawanya lagi, “hahaha, dasar orang aneh, sejak kapan kau bisa mengarang cerita tak berguna itu, sungguh tidak lucu” meskipun aku bilang itu tidak lucu, tapi cara dia berbicara bodoh sperti itu membuatku ikut tertawa.
Aku begitu beruntung bisa berkenalan dengan orang ini, meskipun kesan pertama ketika bertemu dengannya sangat tidak menyenangkan. Tapi aku rasa aku suka berbincang-bincang dengannya, obrolan kami nyambung. Tapi tetap saja aku heran padanya, dia terlalu banyak tertawa.
“terima kasih atas waktunya, itu membantu” ucap jaejoong berpamitan, “ya, jangan jadikan beban pikiran lagi ya” kataku memotivasi. Tadi aku diantar kerumah dengan motor merah sporty milik jaejoong, dan ternyata dia menyuruhku untuk ke taman bukan hanya ingin mengembalikan dompet, tapi dia ingin mencari teman untuk menghilangkan rasa bosan dan sibuknya menjadi dokter, membuatnya memiliki banyak pikiran. “yeonha-ya!” panggilnya sebelum pergi, “ne?” tanyaku heran, dan ketika aku menoleh ke arahnya, ia melambaikan tangannya dan tersenyum, oh tidak, benarkah itu senyumannya? sungguh manis. Sekejap hatiku berdebar, dan aku melambaikan tanganku, “sampai berjumpa lagi” katanya, dan motornya digas lalu pergi. Ommo, senyuman itu, terakhir kali aku melihatnya ketika jonghyun ada, sungguh manis, aku tak kuasa membayangkannya. Ya ampun yeonha.. sepertinya kau terlalu berlebihan.
Malam sudah tiba, rasanya hari ini adalah hari yang indah, entah diriku yang memang aneh atau memang ada sesuatu yang membuatku suka dengan hari ini. sepertinya aku memang pura2 tidak tahu. Aku jatuh cinta pada namja idiot itu.
OMMONA!!! Apa yang tadi kukatakan?? Aku baru saja kenal dia tadi, tapi berani2nya aku sudah berkata seperti itu. Aku kesal, kesal pada batinku sendiri, bisa2nya berpikiran bodoh seperti itu. Dan tiba2 batinku mengucapkan sesuatu, apakah salah jatuh cinta padanya?
***
Selamat pagi! Hari ini adalah awal dari pekerjaan yang sangat melelahkan. Aduh, aku lapar, untung kamarku tidak jauh dari dapur “appa! Apakah kau lapar?” teriakku dari dapur, dan sepertinya appaku sedang ada di ruang tamu sambil minum teh, itu hal yang biasa dia lakukan, “iya! Buatkan makanan buat ayah ya, nak, oh ya buatkan 2 lagi untuk tamu appa!” teriaknya menjawabku, tamu? Siapa? ah, mungkin teman ayah, baik lah akan kubuatkan sup buatanku, semoga tamu2 itu suka.
Sudah matang, sekarang akan kubawa ke ruang tamu. Aku berhati-hati membawanya, setiap langkahku aku selalu memerhatikan ketiga mangkuknya agar tidak tumpah. Aku sampai di ruang tamu, aku masih memperhatikan mangkuk, dari ujung mata terlihat 2 orang namja, mungkin bapak2 dan sepertinya melihat kearahku. Kutaruh mangkuk satu2, dan kutarik lagi nampannya, “silakan dicoba” kataku lalu melihat wajah kedua tamu itu. Jaeojoong! Dengan seorang bapak2, mereka berdua mengenakan kemeja polos. Jaejoong yang sepertinya sudah sadar sejak tadi bahwa ini aku melambaikan tangannya rendah dan tersenyum aneh, entah senang atau sok manis.
“yeonha, kenalkan ini teman ayah dan ini anaknya, dulu anaknya ini pernah merawatmu ketika kau amnesia” jelas appa menunjuk temannya kemudian jaejoong secara bergantian, oh ya? memang aku pernah amnesia? “o..oh” kataku sedikit heran, dan jaejoong hanya senyum2 aneh tak jelas, “apa kau ingat, yeonha?” Tanya appa mengarahkan wajahnya padaku yang masih berdiri di sebelahnya, “tidak.. tapi aku sudah kenal dia” kataku yang masih melihat kearah jaejoong dengan tatapan heran dan terkejut seakan aku bertanya padanya “bagai mana bisa?” dan dia hanya mengangkat bahunya pura2 tidak tahu, padahal senyuman aneh itu masih menempel di wajahnya. “oh begitu, kalau begitu kau ada teman ya, yeonha, kalau begitu kalian kami tinggalkan di rumah ya” jelas appa lg, “appa mau kemana?” appa, sudah di ambang pintu membawa tas kantornya bersama temannya itu, kumohon jgn meninggalkanku untuk tinggal dengannya di sini, “appa hanya untuk hari ini saja kok, appa akan balik besok. Oh ya yeonha, kartu kreditmu sudah ayah bayar separuhnya, separuhnya lagi jaejoong yg bayar, dia yg mau, berterima kasihlah padanya” kata appa yang sepertinya telah bertemu penagih kredit kemarin, “oooh, terimakasih appa, semoga pekerjaanmu lancar” do’aku, dan appa mengangguk lalu berpamitan.
Mereka telah pergi dan tak terlihat lagi sekarang, aku menatap orang idiot itu, dengan sinis, “terima kasih, orang aneh, tapi jangan harap karena kau telah membayarkan tagihanku kamu dapat pelayanan di sini” gumamku sedikit sombong, tapi kau tahu? Di hati ini aku sedang mengalami badai bunga, aku terlalu senang, ternyata ada namja yang sebaik ini. “tidak, aku memang tidak berharap akan mendapatkan pelayanan darimu, karna aku tahu kau itu pelit!” katanya sok bijak sekaligus mengejekku, “heh! Bagai mana bisa kau memutuskan bahwa aku itu orang yang pelit??” benakku mendekatkan wajahku padanya.
Ah, bodoh, aku jadi bisa melihat wajahnya secara jelas. Ommo, aku tidak bisa berkutik, dia menatap mataku, dia begitu tampan jika dilihat secara jelas. Tangannya mengelus pipiku, melewati sedikit sela2 rambutku. Detak jantungku mulai berdegup kencang, apa yang bisa kulakukan!! Aku langsung mundur kebelakang, “apa yang kau lakukan??” mukaku sepertinya sedikit merah, aku sangat malu, “tidak ada” katanya singkat, lalu melanjutkannya lagi, “aku hanya memastikan bahwa kulitmu halus atau tidak, dan sepertinya tipe wajahmu itu tipe kulit berminyak, pasti kau menggunakan banyak produk untuk menghilangkan jerawatmu” jelasnya, aku lupa, dia itu kan seorang dokter, huft. Dia berhasil membuatku jantungan. Dan aku membuang nafas lega.
“jangan2 kau berpikiran yang lain ya?” curiganya, oh tidak, jangan2 aku terlihat berharap pada dirinya, “m.. memangnya kenapa!?” bentakku untuk yang kedua kalinya. Dia tertawa, tertawanya sungguh berlebihan, ah sial, harusnya aku bilang ‘tidak’ saja. “ya!! rasanya tidak selucu itu!! Kau itu mau tertawa atau meledekku” gertakku, tapi dia tidak berhenti tertawa, “dua-duanya” katanya dan kemudian melanjutkan tawanya lagi, “dasar IDIOT!!” tidak sengaja aku memukul pipinya begitu keras, PABO-ya, kenapa aku memukulnya? Aku melihat dia terjatuh di lantai, dia menutupi pipinya yang sakit, dia bergetar, mungkin kesakitan, “mi.. mianhae yo! Aku tidak sengaja.. maaf ya” kataku mulai melas, dia bergetar semakin kencang, dan tiba2 ledakan tawanya menggema, “ha?” aku bingung, kok dia tertawa? “hahaha, ternyata kau cepat naik darah, tapi kau juga bukan orang yang tega berbuat kejam ya” tanggapnya sambil tertawa kecil,
“ah, terserah lah.. sebal.. kukira kau benar2 sakit”
“haha, tidak kok” katanya tetap tertawa. BODOH. Dia bilang ‘tidak’ tapi apa yang kulihat sekarang? Hidungnya berdarah, sebegitu kereasnya kah pukulanku? “hidungmu berdarah!!!” aku lari, mengambil tissue di dekat meja ruang tamu, menarik jaejoong ke ruang keluarga, mendorongnya untuk duduk di sofa, “aku tidak apa apa kok” katanya, disar, dokter yang tidak bisa merawat dirinya sendiri, “bawel” kataku dan tetap menghapus darah dari hidungnya.
“kau tahu, aku pernah diperlakukan seperti ini dulu”
“oleh siapa?” aku bertanya sambil tetap mengobati hidungnya,
“olehmu”
Aku baru tersadar jarak wajahku dengan dia begitu dekat, ah sial, lagi2 hatiku berdebar, aku langsung menjauh dari wajahnya, “kau jangan membuatku berpikir yang tidak2 seperti tadi” jangan harap aku akan masuk ke lubang untuk kedua kalinya,
“aku serius” katanya dan menatapku tajam, kenapa suasananya jadi begini? “trus??” kataku berharap dia tidak melanjutkannya lagi, “itu ketika kau dan aku masih kecil” sepertinya dia berusaha mengingatkan padaku kejadian waktu dulu yang sepertinya kulupakan ketika aku amnesia, dan dia berhasil
“kau kenpa?”
“Aku terluka, di hidungku”
“sini, biar aku obati”
“terima kasih”
“nanti kalau kamu sudah besar, kamu jadi dokter ya!”
“iya, dan nanti kamu yang jadi susternya”
Aku mulai mengingatnya, “boleh aku bertanya?” aku mengarahkan wajahku kea rah jaejoong, “silahkan” jawabnya sikngkat, “kapan aku mulai amnesia? tolong ceritakan” pintaku, dan aku mulai memerhatikan mulutnya berbicara, “ketika kau tahu bahwa jonghyun telah pergi, kau pingsan dan terbentur batu di taman, dan ketika kau terbangun kau telah hilang ingatan” jelasnya, “lalu bagaimana bisa aku masih ingat dengan jonghyun oppa?” tanyaku lagi, “karena kau diingatkan lagi oleh yoochun dan jaeri, belum lagi foto2 yang kau pajang dikamarmu itu foto2 jonghyun semua” sepertinya dia lebih tahu hubunganku dengan jonghyun dibandingkan aku sendiri,
“apakah itu benar adanya?” aku masih tidak begitu percaya bahwa dia pernah ada dalam kisah hidupku,
“tentu saja, untuk apa aku berbohong”
“dan kau tahu, kau pernah membuatku patah hati” sejak 3 tahun yang lalu, sepertinya waktu itu ketika aku kehilangan jonghyun oppa, dan aku tidak mengingat dia sama sekali, “apa maksudmu?” aku mulai mendekatkan jarak tempat dudukku dengannya agar bisa menyimak dengan baik, “ah, aku jadi malu” katanya sambil menutup mukanya, bisahkah dibayangkan seorang dokter itu pemalu? “ih, apa2an sih, malu? Bukannya kau tidak punya malu ya?” ejekku, wajahnya langsung mengkerut, “enak saja, yah, pokoknya aku sudah senang ternyata kau itu masih baik2 saja” dia menundukkan kepalanya.
_____________________________________________________________________________________
Back sound : I can’t breath-GDragon
Sore tiba, aku bosan di rumah terus, dari tadi aku tidak melihat jaejoong, katanya dia mau mandi, tapi kenapa lama sekali?
Aku mengecek kamar appa yang nanti akan menjadi tempat jaejoong. Aku membuka pintu, tidak ada jaejoong, dan aku mengetuk kamar mandinya, tidak ada orang sepertinya. Huh, orang yang menyulitkan, kemana sih dia? Aku menoleh kesegala arah, aku mencium parfum, tapi bukan parfum yang biasa di pakai appa, bau jaejoong. Aku menoleh ke meja komputer yang tak jauh dari kasur, sebuah buku gambar terkapar di atas meja itu. Apakah buku ini milik jaejoong? Aku ingin lihat, apakah dia bisa gambar. Aku membuka lembar pertama, tidak ada apa2, hanya kertas putih biasa. Lembar kedua, juga tidak ada apa2. Aargh, sebenarnya ini buku sudah dipakai belum sih? Aku buka semua lembaran itu, aku berhenti dilembaran yang kesekian, sebuah gambar yang membuatku terpanah. Arsiran yang teratur dan lembut, dengan struktur yang pas, sebuah sketsa seorang yeoja, terlihat canti, tapi sepertinya aku kenal dengan wajah di gambar ini.
“kau sedang lihat apa, YEOJA GILA!! Berani2nya kau membuka bukuku tanpa izin!” bentak seseorang di belakangku, aku membalikkan tubuh, dan aku melihat jaejoong berdiri di depan pintu dengan memakai kaos abu2 dengan jaket hitam dan jins, “habisnya dari tadi aku mencarimu tapi tidak ketemu, eh, ada buku, yasudah aku buka saja!” aku beralasan, “apa?? Kau mencariku?? Mencariku atau memang ingin masuk ke kamarku?? HAH??” dia marah, marah terlalu berlebihan, “AKU BETUL2 MENCARIMU, DASAR BODOH, IDIOT, TOLOL” aku keceplosan, aku yakin aku akan dimarahi habis2an. Sekarang aku merasakan hawa pembunuh, tatapan matanya kini sangat tajam, Ommo!! Aku takut, ayolah cepat berlalu. “apa kau bilang?????” katanya menggeram, oh tidak! Jangan2 nanti dia akan berubah menjadi binatang buas! Aku harus cepat2 kabur! Ah sial, sebelum aku melangkahkan kakiku, dia telah menarik leher bajuku lebih dulu, “ikut aku!!” gumamnya sambil menarik tanganku. Tidak!! Aku diseret!!
Aku di tarik sampai ke taman, dia membantingku ke kursi taman, ternyata seidiot-idiotnya dia, kalau sedang marah sangat menyeramkan! Raut wajahnya begitu suram, “jangan bunuh aku!!” kataku ngeri sambil menutup mata dan menutup wajah dengan tangan.
“nih, kau pasti kedinginan” katanya yang tiba2 lembut dan memberikanku jaket, aku heran, “tadi kamu marah, sekarang kok malah sok manis?” kataku sedikit heran sekaligus sebal, dia malah tertawa, huft, ketawanya jadi seperti sebuah penghinaan bagiku, “kau seru ya untuk ditipu!” gumamnya dan tertawa kembali, dia berbalik badan, memandang langit sore, hari ini sangat dingin, “YA!! mau mu apa sih? Senangnya menipuku, menertawakanku,dan terus mengganggu hidupku! Bisakah kita berteman seperti biasa? Kau ini kenapa sih??” kataku meminta penjelasan, dia tetap membelakangiku, “kenapa ya?” katanya yang tetap tidak menoleh padaku
“mungkin karna aku suka kamu”
Dan tiba2 angin lembut melewati rambutku, “a.. apa maksudmu?” orang aneh ini mengejutkanku, “ah, lega” katanya seraya menghembuskan nafas lega.
“maaf kalau selama ini aku merepotkanmu” dia berkata tanpa enggan menghadap kearahku. Air mataku jatuh. Bo?? Aku tidak pernah menangis! Terakhir aku menangis ketika aku umur 13 tahun saat umma meninggal. Sepertinya aku terharu, air mataku terus mengalir, tapi aku tetap heran, rasanya aku ingin berkata “mataku!! Kenapa dengan mataku!! Apakah ada kebocoran? Biar kuperbaiki, aku cleaning service yang handal!!” tapi itu tidak mungkin kukatakan, itu terlalu konyol.
“sejak kapan kau menyukaiku?” gumamku yang hampir seperti bisikan, tapi nampaknya dia mendengar, “sejak ibumu meninggal” dia tetap mengarahkan pandangannya kedepan, dia menggaruk rambutnya tanda bahwa dia malu ketika menjawab pertanyaanku itu. Selama itu kah? Dan aku sendiri tak menyadarinya? Justru aku malah bersama jonghyun oppa? Benar2 wanita kejam.
Badanku bergemetar, jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya, jaejoong-ah, aku juga suka..
Aku memeluknya dari belakang, inikah yang sejak dulu belum pernah aku rasakan, bahkan dengan jonghyun oppa.
“ya! apa yang kau lakukan, lepaskan!”
“tidak mau”
“kubilang lepaskan!” bentaknya, “tidak mau! Gara2 kamu! Aku jadi jatuh cinta dengan si dokter idiot!” katuku menangis, suara tangisanku mulai terdengar lebih kencang. Apa ini? kenapa aku jadi cengeng begini?
Jaejoong memegang tanganku dan menariknya, berhasil melepas pelukan itu, dia melihatku yang sedang menangis. Aku malu, aku menutup wajahku, tapi dia malah menarik tanganku, “aku ingin melihatmu menangis” katanya tanpa ada tawa sedikitpun. Kenapa dia tiba2 berubah jadi orang yang serius?? Aku gemetaran, padahal aku tidak kedinginan. “kenapa kau gemetaran?” Tanya jaejoong, “a.. aku kedinginan” aku bohong, air mataku tetap menetes. Dia memelukku. “apakah sekarang masih dingin?” katanya tanpa melepas pelukannya, “tidak, oppa”
Sejak itulah taman ini tidak lagi sebagai kenangan menyakitkan bagiku, tapi sebagai kenangan terindah dalam hidupku. Apakah ini yang namanya romantis? Kalau iya, romantis adalah sesuatu yang indah yang pernah aku alami.
Everyday is a new day
I’m thankful for every breath I take
I won’t take it for granted
So I learn from my mistakes
It’s beyond my control, sometimes it’s best to let go
Whatever happens in this lifetime
So I trust in love
You have given me peace of mind
I feel so alive for the very first time
I can’t deny you
I feel so alive
I feel so alive for the very first time
And I think I can fly
Sunshine upon my face
A new song for me to sing
Tell the world how I feel inside
Even though it might cost me everything
Now that I know this, so beyond, I can’t hold this
I can never turn my back away
Now that I’ve seen you
I can never look away
_____________________________________________________________________________________
Setahun berlalu, aku memanggilnya “jaejoong oppa”, dan aku menjadi suster pendampingnya. Sebulan kemudian, dia berkata “will you marry me?” dan aku menjawab, “tapi kau ingat, aku shoppaholic” tapi dia tak ingin menyerah,
“kita berusaha menghentikan itu bersama” jelasnya, “aku tidak bisa!” bentakku, dan dia melanjutkan kata2nya lagi,
“you can, my girl”
_END_
I’m Normal
Cast: Kwon Jaeri, Park Yoochun (DBSK)
Other cast: kim hyunji, Lee Jinki (Shinee), Jeong Yeonha, Kim Jaejoong (DBSK)
Genre: romance
--------
Angin berhembus melalui helaian rambut seakan membelaiku lembut.. dedaunan kering jatuh menghujani. Ketika seseorang berdiri di bawah pohon, memandangku tajam penuh arti, itukah kenangan terakhir yang ia tinggalkan, begitu berarti meskipun sekejap.. kami tuturkan janji kami yang entah akan tetap utuh atau kah lenyap.. kenangan itu hilang, kini kehidupanku telah berubah
Penyakitku, membuat hidupku semakin sulit. Bukanlah penyakit serius, bukan juga penyakit yang mudah di sembuhkan. Tidak dengan dokter, tidak dengan obat. Entah sejak kapan aku menderita penyakit ini. penyakit yang biasa didapat oleh orang yang sudah lanjut usia. Aku dapat melupakan sesuatu dengan waktu yang sangat singkat, tidak akan ingat jika tidak ada yang mengingatkan. Mungkin memang lucu, tapi tidak bagiku. Apakah aku normal?
Buku pentingku, hilang, karena kecerobohanku, ku letakkan di sembarang tempat, dan tidak sampai 1 menit aku melupakannya. Rasanya aku ingin menghancurkan kepalaku. Mengapa buku itu yang harus menjadi korban kecerobohanku? Kenapa buku itu? Buku yang berisikan catatan-catatan tugas sekolah, tugas rumah, dan………... tugasku untuk menjemputnya.
“jaeri-ah! Ada apa? Tdk byasanya kmu bgini” hyunji dan yeonha datang menghampiri ku ketika ia menyadari aku sedang murung, “aniyo” jawabku singkat. “jika kamu punya masalah, bicaralah dngan kita” kata yeonha sambil duduk di bangku di sebelahku. “aku bingung.. sangat bingung” kataku tanpa menatap dua temanku itu, dan tatapan mereka kini fokus melihatku “ada apa?” Tanya hyunji, “catatanku hilang, aku tidak ingat smwa tugas, hari,dan tempat yg harus kuingat, dan itu penting bagiku.. aku sudah mencarinya di seluruh ruangan di rumahku, tapi tdk ada selembar pun yg kutemukan” sekarang matuku sembab, perlahan-lahan sebulir air mata mulai menetes dari mataku, aku menundukkan kepalaku mencoba agar mereka tdk melihatku menangis. “sabarlah, kami pasti akan membantumu mencari catatan itu” janji yeonha, dan hyunji mengangguk pertanda setuju.
***
Aku duduk termenung di ruang tamu, memikirkan dimana tempat catatan itu berada, aku terkejut ketika mendengar ketukan pintu. “anyeong, ada orang?” suara hyunji di balik pintu “ne!” teriakku, kubuka pintu itu, kedua temanku dan 3 namja yang tidak asing bagiku “ jaejoong oppa, jinki oppa, yoochun oppa! Kalian datang juga?” kataku menatap mereka satu persatu “ne, kta hyunji dan yeonha kamu sedang kehilangan sesuatu, dan mereka ingin kami ikut mencarinya” aku langsung menatap kedua temanku dengan mata sinis “mian” kata yeonha, hyunji tersenyum aneh. “gomawo udah mau datang kesini” aku mempersilahkan mereka masuk.
Kami pun mencari catatan itu, dan selama 1 jam mencari tidak satupun dari kami menemukan catatan itu. “bagai mana ini…” kataku mulai lesu, “memang ada apa di dalam catatan itu?” Tanya yoochun oppa yang mulai mendekat ke arahku, “tugas2 yang harus kukerjakan” air mataku mulai menetes lagi, yoochun oppa yang melihatku langsung melebarkan tangannya dan mempersilahkanku untuk bersandar di tubuhnya, aku yang sudah tidak tahan untuk meluapkan air mata ini mengambil kesempatan itu. “seberapa penting catatan itu?” yoochun oppa mengelus rambutku, “sangat penting”.
Langit cerah mengobarkan api semangat kini menjadi langit sore dengan angin yang lembut membelai, aku ingat suasana ini, ketika aku dan ‘dia’ mulai berpisah di tempat itu. Kini kami tidak tau harus bagai mana, aku duduk di sofa tanpa tau apa lagi yang harus kuperbuat, “jaeri-ah.. jangan melamun terus, kita masih bersamamu di sini” yeonha memegang pundakku seraya duduk di sebelahku. Aku tetap diam. “bagaimana kalau skarang kita semua istirahat di sini? Kita temani jaeri” kata hyunji, ke-3 namja mengangguk setuju. Tapi aku tak menghiraukannya dan air mataku tak kunjung berhenti.
“jaeri-ah.. kau sangat cengeng” gumam yoochun oppa, semua kecuali aku menoleh ke arah yoochun oppa dan heran akan kata2nya yang bisa menyakiti hatiku. Aku ikut menoleh dan menampakkan wajah heran padanya “seberapa pun pentingnya catatan itu, tidak ada gunanya menangis, kadang kala kehilangan sesuatu itu adalah kebahagiaan yang nanti akan kau temukan” yoochun oppa meyakinkanku. “apa maksud mu ‘kehilangan sesuatu adalah kebagiaan’?” tanyaku berharap yoochun oppa akan menjawabnya, “nanti kau juga tahu” jawabnya cuek. “sudahlah.. jaejoong, jinki, ayo kita pulang” suruhnya, “hey tunggu bagaimana dengan jaeri??” desak hyunji pada ke-3 namja itu, “biarkan saja, biarkan dia menyadari perbuatannya yang sia-sia itu “
Entah berapa lama catatan itu akan hilang, entah berapa lama aku akan melupakan ‘dia’. Sekarang hidupku tidak lagi bergantung dengan catatan itu, buku tipis berwarna coklat keemasan yang kudapatkan darinya, hilang. Dan kini masalah baru muncul, kenapa yoochun oppa kelihatan sangat marah? Apakah aku terlalu berlebihan? Bukankah dia tau aku sedang menunggu seseorang dan bukannya dia tau siapa itu?, tapi kenapa dia terlihat marah? Banyak pertanyaan yang terbayang-bayang di kepalaku tentang yoochun oppa yang akhir2 ini aneh. Jika di kelas aku sedang termenung, dia tidak ingin dekat2 denganku, sepertinya dia tau apa yang aku pikirkan jikala aku termenung.
***
2 minggu telah berlalu aku mulai melupakan catatan itu, waktu yang sangat cepat untuk melupakan semuanya, tapi aku masih ingat dia. Kini aku sudah punya buku baru yang diberikan hyunji ketika aku ulang tahun sebagai catatan sehari-hariku, dan aku kembali dekat dengan yoochun oppa, bahkan sangat dekat.
Sore tiba pulang dari sekolah, melelahkan. Aku duduk di kasurku yang empuk, aku melihat bingkai foto diatas meja sebelah kasur, kosong, bingung untuk mengisi foto siapa. Aku berbaring terlentang di kasur, membayangkan langit2 kamar ini menjadi layar kenanganku dengan dia. Entah ada apa dengan kepalaku, kenangan yang sangat dirindukan tidak pernah hilang atau terlupakan, tapi jika sudah berurusan dengan angka dan sesuatu yang sangat sederhana akan terlupakan begitu saja dengan cepat.
Aku ingin cepat2 tidur, tapi mataku tak kunjung menutup. Aku memaksakannya untuk tertutup, tapi ketukan pintu membuatnya terbuka lagi. Aku berjalan meronta-ronta malas ke depan pintu. Ketika kubuka, yoochun oppa berdiri di sana. “oppa? Mau apa?” kataku yang semakin lama semakin lelah, “aku ingin berbicara padamu, boleh?” katanya memohon. “masuklah” yoochun oppa masuk melewatiku dan duduk di sofa. “di rumah ini tidak ada siapa2, sepi ya?” gumamnya sambil menoleh ke segala arah, aku tahu dia sudah tau bahwa aku memang tinggal sendiri, jadi tidak kujawab, “pasti akan seru jika ada yang menemanimu di sini” dia menjawab pertanyaannya sendiri dihiasi senyuman dimukanya. “oppa tidak usah menggombal, aku tau kamu pasti ingin main kesini ‘kan?” kataku cetus, dan dia tertawa “tau saja, aku juga bosan di apartemenku, jadi aku main kesini” aku tau dia pasti memulai pembicaraan dengan basi basi terlebih dahulu, sudah biasa, tapi aku suka dia yang seperti itu.
“oppa! Sudah jam 8 malam, apa oppa tidak apa-apa?” tanyaku tanpa menoleh ke wajahnya dan aku terus memandang ke depan tv, kami sedang bermain plastation, “tidak usah khawatir” dia meneruskan permainannya. “tapi bagaimana dengan adikmu?” aku bertanya soal jinki “dia akan baik-baik saja, dia kan tidak cengeng sepertimu” katanya mengejekku, dan kubalas dengan cubitan di lengannya, dan kami tertawa bersama.
“jaeri-ah.. oppa pulang dulu ya! Tidur lah yang nyenyak, aku akan meninggalkanmu sendiri di sini, jangan cengeng ya!” ejeknya, “ya!! kalau mau pulang, pulang saja, jangan mengejekku!!” kataku berontak. Dia melambaikan tangan dan melepas senyumannya tanda perpisahan, dan aku membalasnya. Sekarang aku menuju kasurku kembali, huft, menyenangkan sekali bermain dengan yoochun oppa. Dan kini aku bisa tertidur pulas.
Dimana ini? sepertinya aku sedang bermimpi..
Aku melihat dia, ‘dia yang telah kutunggu’, menggandeng perempuan lain, janji kami nampak dihiraukannya. Aku mencoba mendekatinya, dan dia menyadarinya, dia menoleh padaku dan tersenyum bahagia, langkahku tertahan ketika perempuan itu menoleh juga, aku kenal wajah itu, apakah mungkin? Aku menarik tangan dia yang kutunggu, tapi nampaknya dia lebih memilih bersama perempuan itu. Hatiku hancur. 5 tahun menunggunya, dan dia datang, datang dengan perempuan lain. Janji-janji waktu itu hanyalah omong kosong.
Aku terbangun dari tidurku, seperinya mimpi buruk. Dan aku kelelahan, terengah-engah, apakah ini hanya mimpi ataukah firasat buruk yang nantinya akan terjadi. Aku tidak tahu. Aku melihat jam beker di meja sebelah kasurku, jam menunjukkan angka 02:14, masih pagi, aku kembali tidur dan berharap tidak mimpi buruk lagi.
Pagi ini burung bersiul merdu menandakan pagi yang cerah, semoga saja hari ini adalah hari yang indah.
Seperti biasa jam 6 lewat 30 menit berangkat ke sekolah. Di luar terdengar suara klakson, yoochun oppa menjemputku, tidak biasanya ia seperti ini. aku keluar menyambutnya. “pagi yang cerah bukan?” basa basi yoochun oppa mulai terdengar “iya, terserah kau saja lah” kataku pasrah, dan dia tertawa, “apa yang lucu??” pekikan tertawanya semakin keras membuatku jengkel “lihat hidungmu, hidungmu sangaaaat indah seperti pagi ini” ternyata di hidungku ada sebutir nasi, dan aku cepat2 menghilangkannya agar yoochun oppa tidak mentertawakan aku lebih lama “ya!!! Itu tidak lucu!!” bentakku, yoochun oppa langsung menahan tawanya “mianhae yo, aku takut nanti kamu nangis, kamu kan cengeng” tak bosan2nya dia mengejekku, aku langsung menyodorkan kepalan tanganku, dan ia tertawa lagi. ”ayo naik!” ia menepuk jok motor bagian belakang. Dan aku menurutinya.
Diperjalanan kami berbicara banyak hal, “tadi malam seru ya!” kata yoochun oppa tanpa menatapku dan tetap ke arah depan, ”tadi malam? Memang ada apa?” lagi-lagi aku melupakannya, “pasti kau tidak ingat, hoah, susah juga ya punya teman seperti ini, cengeng pula” aku memukul punggungnya, “Au!! Sakit”. Tapi ketika dia berkata ‘cengeng’ aku baru ingat, tadi malam kami bercanda ria. “oh ya! Aku baru ingat, kemarin memang sangat seru! Haha aku telat ya” aku tertawa kecil, dan aku menyadari yoochun oppa melihatku tertawa di kaca spion, dan dia tersenyum. Tawaku berubah menjadi malu, aku jadi bingung, jarang sekali dia seperti itu.
***
“Hyuung!!!! Pantas saja kau meninggalkan ku! Ternyata kau ingin bersama jaeri, dasar!!” teriak jinki ketika kami sampai di gerbang sekolah, di sana juga ada hyunji dan teman baruku, seo eunmi. Hyunji tersenyum melihatku bersama yoochun oppa, “wae?” tanyaku pada hyunji, “aniyo, tidak ada apa-apa” aku bingung, ada yang salah jika aku bersama yoochun oppa? ”hahaha.. kamu kan sudah besar, jinki” yoochun menggoda jinki “yayaya.. hyung juga sudah BESAR ‘kan??” kata jinki jengkel, “jinki-ah.. memang ada apa?” tanyaku bingung melihat dia marah pada yoochun oppa, “biasanya, aku dan hyung berangkat bersama, tapi hari ini aku ditinggal begitu saja!! “ bentak jinki dan mengarahkan muka ke yoochun oppa “bwo? Kau meninggalkan jinki untuk menjemputku? Yoochun-ah nomu pabo” kini bukan hanya jinki yang marah, aku ikut marah “hahaha, mian hae yo!” yoochun oppa tertawa “PABO!!” kataku dan jinki serempak. Hyunji dan eunmi hanya tertawa.
***
Ketika bel sokolah usai berbunyi, aku pulang tidak bersama hyunji dan yeonha, atau pun eunmi, arah pulang kami berbeda, sedangkan yoochun oppa dan jaejoong oppa mereka sedang rapat osis, dan jinki sudah pulang terlebih dulu. Aku menuju halte bus dekat sekolah, duduk dan melamun. Beberapa menit kemudian bus datang, aku cepat2 berdiri dan mengambil tasku yang kutaruh di kursi. Aku cepat2 masuk. Ketika di depan pintu bus, aku berpapasan dengan seorang gadis berambut panjang, berkulit putih dan cantik, melihatnya sepertinya aku pernah kenal, tapi siapa?
Aku mengambil tempat duduk yang dekat dengan jendela yang mengarah ke halte bus, dan aku memandang perempuan itu, sepertinya aku kenal muka itu. Lagi-lagi aku lupa.
Sesampainya di rumah, aku sudah lupa gadis itu, dan entah kenapa aku benar2 sudah lupa dengan wajah ‘dia yang kutunggu’, kini yang paling kuingat adalah wajah yoochun oppa yang sering mengjekku itu. Hoeks. Sangat memuakkan, tapi entah apa yang terjadi padaku, yoochun terlihat keren ketika tertawa. Saat aku sedang membayangkan wajah yoochun yang konyol, telepon genggamku berbunyi. yeonha menghubungiku. “yoboseyo, jaeri imikka?” suara eunmi terdengar nyaring diseberang telepon, ”wae? Apa jaejoong oppa usil lagi?” Tanyaku spontan, jaejoong oppa adalah sepupuku, dia sering sekali menggoda yeongha untuk hal apapun, dan karena itu yoochun oppa kenal aku. “aniyo, jaejoong oppa menyuruhku menyampaikan sesuatu padamu” gumamnya, jaejoong oppa? Biasanya dia tidak terlalu mementingkan aku? Justru yoochun oppa yang sering memerhatikanku, “katanya, seonghyun oppa akan datang besok sore, dan jaejoong oppa menyuruh kau datang” katanya dengan nada sedikit bingung, seonghyun? Siapa ya? aku lupa.
Sejak itu, malam ini aku tidak bisa tidur, terus memikirkan siapa orang bernama seonghyun itu, apa aku mengenalnya? Tapi mengapa jaejoong oppa memintaku untuk datang? Dan aku mencoba mengingatnya lebih dalam.. seonghyun.. aargh.. rasanya aku ingin mengganti otakku yang rongsokan ini dengan otak baru yang bisa mengingat banyak hal dan tak pernah lupa. Aku terus memikirkannya hingga akhirnya aku tertidur.
Pagi ini hujan dan dingin, ketika aku bangun aku merasa tidak baik. Aku sakit, dan hari ini aku tidak bisa masuk sekolah. Tapi tidak kah kau rasakan, dirumah, sendirian, itu sangat bosan. Coba saja ada yoochun oppa, aku tidak akan bosan, atau hyunji, yeonha dan eunmi. Jaejoong oppa juga tidak apa, tapi nanti yeonha cemburu.
Aku tertidur hingga hari telah sore, seluruh badanku terasa pegal, dan demam yang kurasakan semakin lama semakin panas, dan aku sangat lapar. Sulit untuk berdiri, tidak ada yang bisa diminta bantuannya.
Ketika aku sedang berusaha bangun dari baringanku, ketukan pintu mengagetkanku, dan terdengar teriakkan yoochun oppa memanggil “jaeri-ah!” dari suaranya dia seperti orang yang sedang di kejar2 sesuatu. “ya!! masuk saja tidak di kunci!!” kataku yang mulai kesal mendengar ketukan yang berisik itu.
Yoochun oppa pun membuka pintu, dan melihatku terbaring tak berdaya dikasur, wajahku merah dan berkeringat. “jaeri-ah.. kau tidak apa2??” katanya berlebihan, “basa-basi lg, sudah tahu aku begini, masih dibilang tdk apa2” kataku mencairkan suasana, “tapi kau terlihat sangat parah” nampaknya yoochun oppa tdk sedang ingin bercanda.
“mmm.. jaeri-ah..” yoochun oppa berbicara di sebelahku, “aku ingin berbicara sesuatu” katanya nampak gugup, “wea?” aku jadi sedikit sehat karena telah dibantu yoochun oppa untuk mengompresku, dan aku sangat berterimakasih padanya, aku sangat mencintainya. “soal ini…” ia menunjukkan sebuah buku, buku yang membuatku menangis seharian, buku yang selalu kutangisi, buku yang telah hilang sejak beberapa minggu yang lalu, buku yang mengingatkanku banyak hal, aku sunggu terkejut melihatnya dan sangat gembira “oppa!! Kau sudah menemukannya?? Kapan dan dimana??” kataku sambil merebut buku coklat itu. “tidak” katanya singkat, aku menatap matanya dalam2, ada sesuatu yang ia ingin katakan.
“aku sengaja menyembunyikannya” ucap yoochun oppa, aku terkejut bukan main, aku mendorong yoochun oppa jatuh dari kasur yang tadinya ia duduki, dia terjatuh dilantai, “kenapa????” kataku mulai meneteskan air mata, “kau menyiksa diriku, aku tidak bisa mengingat semua yang harusnya aku sudah ingat sejak dulu, kau itu.. bilang bahwa aku cengeng, pantas saja, karna memang kamu kan yg menyembunyikannya, mencoba membuatku untuk melupakan buku ini… kau.. leterlaluan” gumamku dengan nada yang tak lagi terdengar seperti marah, yang terdengar adalah isak tangis kekecewaanku, aku yang sudah mempercayainya, dan dia yang selalu memerhatikanku, ternyata hanya buaiyan yang ia buat, aku terlalu percaya padanya.
“aku tahu kenapa bukumu itu penting, dan aku tahu kau pasti akan menagis jika tanpa buku itu, tapi..” katanya dengan wajah yang tidak nampak bersalah “PERGI” kataku membentak, apakah yang kulakukan sangat keterlaluan? Kurasa tidak.
Yoochun oppa keluar dari rumah, dan beberapa menit kemudian dia mengirim pesan di telpon genggamku.
-Yoochun to jaeri-
Maafkan aku… kulakukan yang terbaik untukmu
Menurutku dia begitu aneh, aku tidak tahu apa yang ia pikirkan sekarang. Kemudian kubalas singkat,
-jaeri to Yoochun-
Bohong
Dan 2 pesan balasan dari yoochun oppa
-yoochun to jaeri-
When you try your best, but you don't succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired, but you can't sleep
Stuck in reverse
And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone, but it goes to waste
Could it be worse?
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
And high up above or down below
When you're too in love to let it go
But if you never try you'll never know
Just what you're worth
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
Tears stream down your face
When you lose something you cannot replace
Tears stream down your face
And I...
Tears stream down on your face
I promise you I will learn from my mistakes
Tears stream down your face
And I...
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
Menbacanya, membuatku semakin percaya padanya, tapi itu semua membuatku bingung, dan aku bingung dengan kalimat When you get what you want, but not what you need, ketika kau mendapatkan yang kau inginkan, tapi bukan apa yang kau butuhkan. Apakah tidak pantas untukku mendapatkan buku ini kembali? Apakah seharusnya buku ini tetap hilang? Yoochun oppa… mengapa pikiranmu begitu sulit untuk kutebak.
Hari hampir gelap, sore ini, sepertinya aku melupakan sesuatu, sesuatu yang mendorongku untuk keluar rumah, tapi mengapa sampai sekarang aku tidak keluar? Lagi2 lupa. Sudahlah lupakan saja, aku akan selalu lupa jika tidak satu pun orang atau sesuatu yang bisa mengingatkanku. Aku memandang ke buku coklat keemasan yang kueratkan di tangan, disampulnya ada bekas tetesan air mata yang tadi kukeluarkan di depan yoochun oppa. Kubuka buku itu perlahan, dan aku ingat sesuatu, aku harus menjemput seseorang, yang sering kali hanya kusebut dengan ‘dia yang kutunggu’, apa karena aku sering menyebutnya seperti itu sehingga aku tak dapat mengingat namanya. Kubuka halaman yang memuat perjanjian itu,
14 February 2007,
Menunggu dan menantikannya kembali. Jangan lupa menjemputnya di bandara pukul 6 sore.
-Menjemput seonghyun oppa-
BODOH! Kenapa aku bisa melupakan namanya, seonghyun oppa, dia orang yang penting dalam hidupku. Sungguh keterlaluan, sebenarnya apa sih yang kuingat sekarang selain dia? Yoochun oppa!? Ommo, ida hanya penggangu yang sering mengejekku. Dan sekarang harusnya aku sudah ada di bandara, pantas saja jaejoong oppa menyuruhku untuk datang! Pabo-ya!
Jam 05:55! Dan butuh 10 menit untuk menuju bandara, dan bodohnya lagi aku melupakan arah perjalanan menuju bandara. Siapa yang bisa kuminta bantuan?? Jaejoong oppa! Aku langsung merogoh telpon genggamku di kantung celana, dan menuju phone book mencari nama ‘JJ cousin’. Ketika kutelepon, dan tersambung, “jaejoong-ah! Bisakah kau mengantarku??” kataku terburu2, “bo? Kemana??” Tanya jaejoong padaku dengan nada terburu2 mengikutiku. Namun sebelum aku sempat menjawabnya, telpon genggamku berbunyi dan tertulis di layar ‘Low battery’ , betapa tidak beruntungnya aku hari ini.
Bagaimana ini? sudah jam 06:00.. siapa lagi yang dapat membantuku?? Aish! Aku benar2 memang pelupa atau memang bodoh? Aku ‘kan punya uang, memangapa aku tidak naik taksi saja??
***
Aku berlari menuju ruang tunggu sekuat tenaga, berlari tanpa lelah, seolah-olah dia telah benar2 menungguku lama. Dengan terengah-engah, aku melihat seseorang yang tak jauh di depanku, menghadap ke belakang, dengan koper di sampingnya, dan menggenggam telpon genggam yang tertempel di telinganya, ia sedang menelpon seseorang. Semoga itu dia, seonghyun oppa. Dengan napasku yang senakin lama semakin tak beraturan, memanggil napanya “seonghyun oppa!!” orang itu, yang sedang menelpon itu, dia menoleh, seonghyu oppa, ia tersenyum kaget melihatku. Rasanya aku sangat bahagia telah melihat wajahnya kembali.
“sudah lama menunggu?” kataku gugup, “tidak juga, aku juga baru datang” dia tersenyum, anehnya kenapa senyumannya itu biasa di mataku, tidak membuatku berdebar.
Ketika itu, jaejoong oppa, yeonha, jinki, hyunji, eunmi dan 'teman lelakinya' jiyoung datang menghampiri, dan tidak ada yoochun oppa di san.
Jaejoong oppa melihat kearahku “apa kah kau sudah bertemu junri?” ketika itu aku hanya memikirkan yoochun oppa, sehingga tidak berfikir banyak “tidak, siapa itu?” dan saat itu suja seorang perempuan berambut panjang lurus dengan dress yang indah dikenakannya.
Dan sepertinya dia wanita yang kukenal.
“jaeri!!” pekik wanita itu ketika meliahatku, aku yang mengenali wajahnya dengan rambut yang di ikat di belakang, namun tak tahu siapa hanya bisa diam dihiasi senyum meragukan . “jaeri-ah~ masih kenal denganku? Aku Junri! Park junri!” dia meyakinkanku. Junri? Aa.. sekarang aku ingat, dulu dia sahabatku selain yeonha dan hyunji, pantas saja jaejoong oppa ingin aku datang kesini, tidak hanya untuk bertemu seongyhyun, tp dia jg. “oh, ya! apa kabar? Apakah seru di Canada?” tanyaku rindu, dia dan seonghyun oppa kebetulan sama2 pergi ke Canada, namun yang kubingung, ketika aku melihat catatanku sebelumnya, junri seharusnya sudah pulang setahun yang lalu, tapi mengapa dia datang selama ini dan bersama seonghyun oppa?
“o ya, jaeri-ah, besok disekolah kita akan mengadakan perpisahan kakak kelas kita! Kau ikut kan?” gumam yeonha, benar juga, yoochun oppa dan jaejoong oppa telah menyelesaikan ujian kelulusan mereka, “oh.. tentu” kataku sedikit gemetar, berarti aku tidak akan bisa lebih lama bersama dengan yoochun oppa.
“jaeri-ah, besok lusa aku juga akan mengadakan pertunangan!” kata junri dengan wajah yang sangat gembira, “oh ya?? dengan siapa? Aku pasti diundang ‘kan?” kataku penasaran, hebat juga dia, habis dari Canada sudah dapat pasangan buat bertunangan, “hehe, tentu akan kuundang, biar lebih seru, kau datang saja besok lusa.. oke??” junri berhasil membuatku penasaran, “aiishh.. dengan siapa junrii!” kataku membentak, dan dia hanya tersenyum mencurigakan, sepertinya dia sangat senang sekali. Setelah itu aku berpaling ke arah seonghyun oppa “oppa, bagai mana di Canada? Dapat teman baru?” kataku memulai percakapan, “di sana seru sekali, lain kali bisa kah kita pergi ke sana bersama?” Tanya seonghyun oppa sambil tersenyum membuatku terpesona, “mungkin, tapi apa mungkin?” kataku ragu, ragu akan hubungan kita yang rasanya semakin lama semakin pudar. Tidak. Aku tidak ingin kehilangan dia, tapi aku juga tidak yakit apakah aku akan selalu bersamanya, aku tidak ingin memilih keputusan dengan cepat, mungkin saja justru dia yang sudah tidak ingin denganku. Jaeri-ah, hilangkan pikiranmu untuk menyerah! Benakku dalam hati.
___________________________________________________________
Hari ini, hari penting bagi yoochun oppa dan jaejoong oppa, hari dimana aku dan mereka akan lebih terpisah jauh, akan selalu membuatku rindu. Apakah nanti aku akan bertemu yoochun oppa di acara itu? Sudah lama aku tidak melihat mukanya lagi, benarkah sudah lama? Tidak juga, tapi hanya dalam hitungan hari saja, dia sudah berhasil membuatku rindu padanya. Jaeri-ah.. sebenarnya ada apa didalam otak rongsokanmu ini?
Ketukan pintu memanggil, ada orang di seberang sana, sebelum ku buka, aku melihatnya di balik jendela, seonghyun oppa. Aku cepat-cepat membuka pintuku yang terkunci itu, dan melihat wajah dia yang sudah lama tak ku jumpai. “seonghyun oppa? Ada apa?” kataku penasaran, dan dalam benakku drum berbunyi menggebu-gebu tanda bahwa aku sangat senang dia berada di sini “aku hanya ingin main, sudah lama aku tidak ke sini, tidak berubah ya” jawabnya, suaranya membuatku berdebar, seperti orang lain saja, “boleh! Silahkan masuk!” rasanya aku terlalu berlebihan. Ku rasa aku memang terlalu berkebihan, menganggap dia masih mengingatku sepenuhnya, aku sendiri saja sudah lupa kenangan2 bersamanya.
“jaeri-ah.. aku ingin mengatakan sesuatu…” katanya sedikit gemetar, “mengatakan apa?” aku mulai penasaran, akhirnya aku melihat wajahnya dari dekat, sungguh degdegan. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu, aku sangat suak bibirnya, tipis dan ketika bergerak sangat lucu, “tapi sebelumnya aku minta maaf, mianhae yo” ucapnya lagi membuatku penasaran, dan aku mengangguk. Dan iya pun akhirnya berkata “aku akan bertunangan dgn junri” aku terpanah, bukan terpanah terpesona, hatiku tertusuk panah, hatiku hancur berantakan. Aku tidak bisa berkata apa2, dan air mataku tidak ada yang keluar sedikit pun. Seonghyun menyadari keterpurukanku, dia pun meninggalkanku sendiri,dia pergi. Dan ketika dia pergi mataku baru saja mengeluarkan satu butir air, dan berlanjut butir2 lainnya.
Aku menangis. Lagi. Tapi air mataku ini tidak sebanyak ketika aku berpisah dengannya, dan aku tahu dari awal seharusnya aku tidak berpikir berlebihan, tidak ada yang bisa kulakukan untuk mengubah semuanya, aku takut dengan kenyataan ini. seonghyun oppa akan bertunangan dengan junri, sahabatku sendiri. Ayolah jaeri.. tegarkan hatimu.
Air mata ini tak kunjung berhenti, nampaknya dia melukai hatiku terlalu dalam. Bayangkan saja, orang yang kau sayangi, pergi 5 tahun lamanya, aku yang telah merindukannya selama 5 tahun dan berharap janjiku tidak akan pudar, aku yang mencoba menjaga agar aku tetap mengingat dia meski pun aku yang tidak normal ini sering sekali lupa, meskipun aku lupa namanya, meskipun aku lupa kapan dia akan pulang, tapi aku berusaha agar aku tidak lupa dengan kasih sayangnya. Aku memang sangat menyedihkan.
Kini jam menunjukkan pukul 7 sore, maaf kan aku yoochun oppa, aku tidak bisa datang ke perpisahanmu, maaf jika aku telah menyakitimu, maaf jika aku membentakmu dan menuduhmu bahwa kau yang salah, kekeluhan ini, apakah kau bisa mendengarnya. Yoochun oppa, benarkah kau ingin membantuku? Jika iya, datanglah sekarang juga.
Waktu telah berlarut malam, dan bodohnya aku tetap menunggu yoochun oppa untuk datang. Aku merindukannya. Cara tertawanya, cara mengejeknya, cara dia berbicara, dan wajahnya ketika tersenyum.
____________________________________________________________
Matahari bersinar indah, kemilau cahayanya membangunkanku. Aku begitu bodoh, tadi malam aku tidak tidur. Oh tidak… kenapa aku justru ingat hari ini, hari pertunangan seonghyun oppa dengan junri. Aku kan pengganggu, buat apa aku di undang. Oh ya.. aku lupa, junri tidak tahu apa hubunganku dengan seonghyun, yang tahu justru hanya jaejoong oppa dan yoochun oppa, sahabatku yang lain tidak tahu.
Aku gila. Keputusanku yang membuatku gila, aku akan datang ke pesta pertunangan itu, dan aku berharap aku akan tetap tenang. Dan harapan itu kalah dengan kesedihanku.
Ketika sampai di tempat itu, aku melihat junri berpakaian sangaat cantik, dan kunciran rambutnya dilepas. Dan aku teringat sesuatu, dia itu perempuan yang kutemui di halte bus, wanita cantik itu. Dia berjalan bergandengan tang dengan seonghyun, mereka saling memandang dan saling memberikan senyuman. Sudahlah.. hatiku sudah mulai teriris. Aku melihat hyunji bersama dengan jinki, jinki memeluk hyunji dari belakang dan kepalanya bersandar di bahu hyunji, hyunji yang menyadarinya memberi kecupan di pipi jinki, mereka begitu bahagia. Ku lihat ke arah lain, yeonha dan jaejoong oppa berdansa, jaaejoong memegang pinggang yeonha, dan yeonha memeluk lehernya, mereka juga bahagia. Melihat teman baruku, kini ia telah bersama wakil ketua osis, jiyong oppa, eunmi memeluknya dan bersandar di tubuhnya, jiyoung menerimanya dengan senyuman manis kembali memeluknya, dan mencium ubun2nya, mereka begitu bahagia. Sedangkan aku, dengan siapa? Seonghyun oppa berpaling. Tidak. Aku sudah tidak kuat lagi, aku harus pergi dari tempat ini sebelum aku mengacaukan semuanya. Aku berjalan keluar ruangan untuk pulang. Menangis kembali. Dasar cengeng.
Malam itu sudah ingin kulupakan. Tapi pikiran itu justru semakin menghantuiku, aku sangat kecewa pada semuanya, semua yang kuperbuat. Semua yang telah otakku lakukan. Aku ingin semua ini cepat berlalu, tapi justru otakku malah mengingatkan. Aku benci aku yang seperti ini. aku terlalu lelah untuk memikirkan nya dan ingin tidur. Tapi tidak bisa. Kemarin aku sudah tidak tidur, ayolah mata, tutup saja dan lupakan semuanya. Tapi itu semua percuma. Aku memikirkan itu hingga matahari kembali muncul. Dasar bodoh.
Aku melamun lagi, memikirkan ketika seonghyun oppa sedang berjalan bersama junri, melihat mereka tersenyum bahagia, melihat mereka tertawa bersama, dan aku datang sebagai pengganggu, aku di hilangkan dari kehidupan mereka, cerita yang sangat mengharukan. Tapi mungkin itu pantas untukku.
Lagi2 menangis.
Tiba2 pintu rumahku berbunyi tertanda ketukan seseorang, aku yang sedang sedih tidak berfikir panjang, aku langsung membuka pintu tanpa melihat siapa yang datang. Pintu terbuka, yoochun oppa datang, entah apa yang kupikirkan, tapi aku senang ketika melihatnya, aku rindu padanya. Matanya sangat tajam dan serius, apakah itu benar-benar mata seorang yoochun yang sering bercanda denganku? Yang sering tertawa denganku? Aku tidak yakin.
“jaeri-ah.. maafkan aku, jika aku menyakitimu, kau bisa membalasnya sekarang” yoochun oppa duduk disebelahku, “tidak oppa, gomawo, itu yang harus kukatakan” kataku menunduk, menutupi rasa sedih dan maluku, “ada apa? Kau menangis lagi?” kata yoochun, dan aku mengangguk. Aku berharap dia mengejekku ‘cengeng’ untuk mencairkan suasana, suasana seperti ini yang tidak kusuka.
“menangislah” kata itu yang terucap dari bibir yoochun oppa, tidak habis fikir, aku yang justru berharap dia akan menghentikan tangisanku, justru dia malah menyuruhku untuk menangis, dan aku tetap tidak berani memandang wajahnya.
Yoochun oppa menghelus rambutku dengan lembut, dan mengangkat daguku, dan dia memandang mataku yang sembab. “aku tahu kau pasti sakit, karena kau juga membuatku seprti itu” katanya, aku mewujudkan wajah heranku padanya, dan dia menyadarinya “dulu, ketika kau tak bersama seonghyun, aku selalu mengamatimu, hingga akhirnya berkenalan denganmu, berharap perasaanku ini juga ada pada dirimu, tp nyatanya kau lebih suka dengan seonghyun, sahabatku sendiri” katanya menyentuh, aku yang mendengarnya merasakan apa yang ia rasakan, dan juga sungguh mengagetkan, “mianhae yo, selama ini telah membuatmu sedih, dan sebenarnya aku sudah tahu bahwa seonghyun akan bertunangan, tp aku tidak berani berkata padamu, hatimu pasti akan sakit”
Kata-katanya membuat kesunyian yang lama menyusul kemudian.
“yoochun oppa, ajarkan aku bahasa inggris” kataku mengalihkan topik pembicaraan tadi, tapi mataku masih meneteskan air. Yoochun oppa melihatku, dia tersenyum, dia memegang tanganku, lembut dan begitu erat.
“tolong artikan ini untukku” suruh yoochun oppa dan dia melanjutkan kata2nya
“When the morning breaks i'll awake and then i won't want you to go
And when you're gone i'll hold on to the memory all day
And baby when the sun comes up
So listen here now i know you've been hurt by the one before i know your pain
And i know you never thought you could love again but i know the way
And i know about your circumstance but love is here at a 2nd chance so take my hand and follow me you'll never wanna leave”
Aku terpaku dengan kata-katanya, dia memang pintar bahasa inggris. Dan satu lagi, dia benar-benar pintar membuatku jatuh hati.
“jaeri-ah… mianhae yo, untuk kedepannya, mau kah kau bersamaku?”
“yoochun oppa… mianhae yo, untuk kedepannya, we will always together”
Dan ketika itu, aku jatuh terbaring tidur di pangkuan yoochun oppa. Lelah. Sudah dua hari aku tidak tidur, tapi sekarang aku lega, ternyata yoochun oppa menyayangiku. Aku sudah tidak dapat melihat apa-apa. Aku sudah terlelap dalam tidurku, dan aku merasakan pangkuan yoochun oppa, membuatku semakin nyaman.
Aku terbangun dari tidurku yang nyaman, aku telah tertidur di kasurku, rapi dengan selimut yang menyelimutiku, aku mengubah posisiku menjadi duduk, terlihat disebelahku, yoochun oppa duduk di bangku sebelah kasur dan tertidur. Yoochun oppa, kau ternyata bodoh juga ya. “yoochun oppa… sarang hae yo, I love u, forever” kataku dengan suara kecil hampir seperti bisikan. Dan aku bangun dari kasur, berdiri, menuju dapur. “I love u too” belum aku melangkah satu kali pun, terdengar suara dari belakang, ternyata yoochun oppa sejak tadi sudah bangun. Aku berhenti dan menoleh, yoochun oppa tersenyum manis, ia menghampiriku. Dia memelukku erat, dan aku menyambutnya. “akankah kau akan meninggalkanku seperti seonghyun oppa?”
“never”
“apakah kau akan menjaga kepercayaanku padamu?”
“we’ll be together, trust me”
______________________________________________________________
5 tahun kemudian, yoochun telah menjadi menejer di sebuah perusahaan dan aku menjadi penulis ternama. Kini bingkai foto di meja kecilku sudah terisi, fotoku bersama yoochun oppa. Tidak lama setelah aku mengisi foto itu, yoochun mengajakku ke Canada bersama-sama.
Dan aku punya catatan baru di bukuku.
Jum’at, 14 februari
Hari pernikahan aku dan yoochun oppa.