aaaa... akhirnya ngepost -,-
______________________
sebelumnya...
“baik, aku ingin bertemu sulli”
Yura keluar begitu saja . Orang tua itu tidak menahannya, hanya bergeleng pelan dan kembali duduk.
Yura menuju ke arah kuda coklat di halaman rumah, menepuk moncong kuda kesayangannya itu dan mulai menungganginya. Dia mulai berjalan jauh, menuju ke daerah Kyoto. Di sanalah dia bertemu seseorang. Bukan Sulli.
“ayah”
“ada apa anakku?”
“apa aku boleh bertanya satu hal?”
“silahkan saja”
“seseorang sedang berada dalam kebimbangan, antara sesuatu yang ia cintai dan sesuatu yang ia pertahankan. Tidak ada dalam benaknya untuk memilih salah satu dari pilihan itu”
“bagaimana kalau memilih keduanya? Apa orang itu pernah mencoba kedua pilihan itu?”
“tapi.. apa bisa?”
“tidak ada yang mustahil bukan? Sesuatu pasti ada jalannya”
----
“Yura!?”
“yura? Apa yang kau lakukan disini??” sulli menahan serangannya. Sahabatnya berdiri tertegun melihat wanita yang tak asing itu datang dengan temannya, Saruwatari Ryouji. Seorang pendekar yang menjadi rekan bagi tugas sulli.
“apa yang kau lakukan disini??” ujar yura bertanya balik. Sorot mata Sulli kini berkata, ada sesuatu yang salah.
“dia, dia musuh kami, seseorang yang harus kami bunuh” Ryouji menjelaskan. Wajah Yura yang awalnya terkejut kini datar, entah apa yang ia pikirkan, yang jelas membuat sulli menatapnya tajam.
“bukan” satu kata yang berhasil membuat sulli dan ryouji terdiam dan mengernyitkan dahi.
“dia ayahku, bukan dia musuh kalian” jawab yura seakan-akan mereka bertanya apa maksud perkataannya tadi.
“tapi aku”
Sulli membelalakkan matanya, memberikan suatu kesan yang sangat menakjubkan, dan juga kenyataan yang menyakitkan.
“ya, akulah samurai yang sedang bertuan dengan ayahku sendiri”
“tapi kenapa? Kenapa kau tidak berkata yang sebenarnya saat itu??” sulli sama sekali tidak menyentuh pedangnya yang sedang tersarung itu. Suasan kala itu benar-benar menegangkan.
Yura tersenyum, “apa kau berani berkata seperti itu pada teman sejak kecil yang benar-benar kau ketahui sifatnya?” kata-kata itu membuat bibir sulli kelu. Mata sulli sedikit berkaca-kaca, tapi tidak satu tetes pun jatuh dari matanya.
“ayo kita mulai” lanjut yura mengeluarkan salah satu pedang, kini ada dua yang tergantung di pinggangnya. Melihat aksinya, mereka hanya terdiam, “ada apa? Tidak ada yang maju? Aaa, apa kalian ingin aku yang memulainya lebih dulu? Baik” ujar yura mengeluarkan senyuman licik, mengayunkan pedangnya sambil berlari mendekati sahabatnya terlebih dulu.
Dengan cepat ryouji menahan serangan yura dengan pedangnya, saling membenturkan kedua pedang mereka. Ryouji berusaha melindungi sulli, “sadarlah yura, dia sahabatmu bukan? Apa tidak ada cara lain?”
Yura tertawa kecil, “cara lain katamu?? Tidak, sama sekali tidak” sifatnya seolah-olah berubah drastic, entah apa yang merasukinya.
“yura” gumam sulli akhirnya bersuara, “apa kau benar-benar ingin membunuhku?” Yura yang mendengarnya malah tertawa, “ baik, akan kuladeni” ujar sulli menanggapi tawa yura.
Sulli mengeluarkan pedangnya. Melompat tinggi melewati rekan dan sahabatnya, yang kini musuhnya itu. Menyerang yura dari belakang, membuat yura harus menggunakan kedua pedang hitamnya. Keadaan ini berlangsung lama.
Sulli dan Ryouji lebih banyak menyerang yura dari dua arah dibandingkan menangkis serangan Yura.
Yura melopat dan berputar di udara, setelahnya mendarat di belakang ryouji. Dia berhasil mengendalikan pedang ryouji, memutarkan dan mengendalikan pedang yang berada ditangan Ryouji dengan pedang kirinya, membuat Ryouji sulit membuat gerakan-gerakan sesuai pertintahnya.
3 pedang telah terkendali oleh Yura untuk menyerang Sulli lebih banyak. Suli terus menangkisnya dan sekali dua kali menyerangnya namun gagal, ia malah mendapat luka goresan di di lengan kiri
Setelah beberapa serangan dari yura, sulli berhasil menjatuhkan salah satu pedang hitam yura, membuat bebas pengendalian pedang ryouji.
“cih, boleh juga” ujar yura dengan satu pedangnya. Semakin lama matanya semakin tajam setajam samurai.
Ryouji mulai menyerang kanan yura, tidak cukup cepat untuk melukai yura, yura dapat menangkisnya dengan pedang. Pendekar wanita kini menyerang bagian kiri lawannya. Tanpa satu pedang hitamnya, yura menahan pedang wanita itu dengan tangan, membuat semburat cairan merah keluar dari tanganya.
Yura melihat, sorotan mata sulli menandakan kekecewaan, disitulah ketika tenaga wanita yang ia cintai itu melemah, memberikan kesempatan baginya. Yura melepaskan tangkisan pedang ryouji, tapi ia berhasil mengambil pedang sulli dan menghadapkan kedua pedang itu di leher sulli. Membuat gerakan ryouji kembali tak berkutik.
“yura.. apa kau yakin akan membunuhnya?” ujar ryouji menatap yura kejam.
“aku akan membunuh 2 orang di sini” jawabnya menyunggingkan senyum licik.
“jika aku yang terbunuh, biarkan bushidoku dan pertemanan kita hilang, tapi apa kau akan menghilangkan cintamu?”
“cukup untuk mengatakan cinta” yura bergumam cepat, seakan-akan dia benar-benar tidak ingin mendengar kata itu, “aku akan menghancurkan kata itu”
“tidak kah kau bisa berfikir, yura? Ayahmu. Dia penjahat yang dulu membunuh raja kita sebelumnya”
Ryouji menunjuk seseorang yang sedang duduk santai menonton dengan teh hijaunya 6 meter dari tempat mereka bertarung.
“ya, aku tahu” dia melepaskan pedangnya dari hadapan sulli, berjalan melangkah menuju hadapan ayahnya, “tapi dia tuanku” yura membuat sebuah pertahanan untuk penjahat itu, memberi ancaman pada Ryouji dan Sulli, kedua pedangnya di rentangkan di kiri dan kanan.
“apa kau akan membela seorang penjahat??” sulli berujar dengan wajah cemas dan berpeluh keringat.
“aku akan mempertahankan bushidoku” yura mengambil satu langkah.
“Gi (kebenaran)” yura kembali memberi langkah kecil.
“Yuu (keberanian)” yura mengibas kedua pedangnya mengancam.
“Jin (kebajikan)” pria dengan rambut hitam ini kembali melangkah.
“Rei (kesopanan)” sulli dan ryouji menyeringai, berhati-hati di setiap langkah yura.
“Yo (kehormatan)” yura sedikit merunduk memberi hormat pada kedua temannya, dan setelahnya kembali menatap tajam.
“chuu”
Dengan cepat dia mengibaskan pedang hitamnya, menusuk jantung, memperdalam tusukan itu.
Ayahnya, ayahnya mengerang pelan. Menahan sakit yang sedang ia timang.
Sulli dan Ryouji terkejut bukan main. Keringat dingin telah bercucuran keluar dari kulit mereka.
Chuu, yang artinya kesetiaan, dia melanggar kata terakhir itu, yura melanggarnya.
Yura menarik tusukkan pedangnya membuat sang ayah mengerang kembali. Ayahnya menyentuh lukanya dengan tangan, menahan semua darah dari dadanya keluar, tapi setelahnya, dia lepaskan begitu saja, terbaring tak berdaya.
Sang ayah terbaring dalam senyuman, “t..terimakasih anakku”
Dibalik itu semua, yura menangis, tanpa dibuat-buat. Kedua temannya menatap sebuah keanehan, merasa ada sesuatu yang anak dan ayah itu sembunyikan.
Dalam benak suli berkata, “ada 2 orang yang akan ia bunuh, siapa satu lagi yang dia maksud?”
Dengan wajah yang basah karena keringat bercampur air mata juga beberapa bercak darah, yura menoleh kedua temannya. Tersenyum, ia mencoba tersenyum.
“sudah kubilang, aku akan tetap mempertahankan bushidoku” dia mengeluarkan sebilah pisau kecil, dengan tangan gemetaran.
“yang benar saja” gumam ryouji dengan nada sedikit tinggi, “apa kau akan melakukan seppuku?”
Yura tersenyum, lebih-lebih terhadap sulli yang kini sedang menatap pisau itu takut.
“kata chuu itu.. akan tetap kupertahankan” dan yura melakukan seppuku, memotong perut dari samping dengan sebilah pisau kecil, dia akan bunuh diri. Ia menahan sakitnya, menahan teriakannya sembari melihat sebuah cinta dihadapannya. Sulli membelalak melihat teman sejak kecilnya itu, membuat luka sebegitu dalamnya.
“YURA!!” Sulli melompat ke arah yura berdiri, menahan tangannya yang sedang melukai tubuh sendiri. Melepaskan jeratan tangan yura untuk melepaskan pisau itu.
Yura kembali tersenyum, “tenanglah sulli, ini sudah menjadi pilihanku dan ayahku”
----
“tapi.. apa bisa?”
“tidak ada yang mustahil bukan? Sesuatu pasti ada jalannya”
“tapi apa aku bisa membunuh kau dan sulli secara bersamaan?”
“….”
“jawab ayah, apa kau rela dirimu terbunuh demi pembelaanku pada perempuan itu?”
----
Darah terus menetes di lantai, sulli menangis melihat pengorbanan yura, tapi yura malah tersenyum menanggapi sakit yang sedang ia derita.
----
“bunuh saja ayah”
“kenapa?? Kenapa harus ayah yang kubunuh??”
“ayah sudah seorang penjahat, ayah sudah membunuh orang yang salah”
“tidak, meskipun kau pembunuh sang raja, tapi kau ayahku”
“nak, aku pernah berkata padamu ketika kau masih kecil bukan?”
----
Yura menggenggam tangan sulli, lagi-lagi tersenyum, “maafkan aku, aku tidak akan bisa menjadi rekanmu, aku tidak akan bisa bertarung lagi denganmu. Tapi aku akan terus mengintaimu di dunia yang tidak kau ketahui. Sekali lagi, maaf, choi jinli..” yura melepaskan tangan sulli dari pisaunya, dan menancapkan pisau itu ke arah jantungnya. Sulli berteriak serak dengan air mata. Ryouji perlahan juga mengeluarkan air mata melihat pemandangan yang sulit ia pandang.
----
“ayah pernah berkata, gunakanlah samurai ini hanya untuk kebaikan. Jangan kau membunuh orang yang salah, jika begitu, kau akan mendapatkan sesuatu yang lebih buruk dari hanya sekedar mati. Dan ayah pantas untuk itu”
“apa yang buruk dari sekedar mati??”
“ayah akan mati, dan sakit hati”
----
Yura terbaring. Matanya masih terbuka, senyumannya masih merekah. Air mata sulli tidak terhentikan, “yura, bertahanlah, aku tidak ingin kau mati dengan cara ini, bertahanlah yura!”
Yura hanya bisa tersenyum mendengar detak jantung wanita ini terdengar ditelinganya. Ia menggamit kepala sulli, mendekatkan bibirnya ke telinga sulli, dan membisikkan sebuah kalimat sebelum akhirnya dia terbaring tanpa nyawa membuat teriakan kesedihan bergema dari mulut sulli. Dan semua telah berakhir.
***
“Ryouji, apa sulli tidak apa-apa?” ucap seseorang berambut panjang dengan dress hitam yang menyelimuti tubuhnya, “entahlah, dia sangat terpukul, aku sendiri tidak kuat menerima kenyataan ini” ryouji merangkul perempuan itu.
“aku harus pulang, kau mau ikut?” ryouji mengangguk setuju.
“sulli, aku dan ryouji duluan ya” wanita itu menepuk pundak sulli pelan.
“ya”
Ryouji dan Luna, seseorang yang berambut panjang dengan dress hitam, pergi meninggalkan sulli sendiri dengan sebuah nisan.
Sulli menatap nisan dihadapannya. Dia teringat akan bisikan seseorang dibawah nisan ini ketika ajalnya datang. Dan suara itu mucul tiba-tiba seakan memang orang itu yang membisikkannya.
“arigato”
Air mata muncul ketika ia membaca ulang nama yang tertera di batu itu. Yura Ashida.
_END_
mohon kritik dan sarannya :D